Untuk memperlancar aksinya mereka lantas membuat kuintansi fiktif. Kuitansi tersebut digunakan para tersangka dalam membuat laporan pertanggungjawaban. Mereka tidak gunakan nota yang sebenarnya.
Apfryadi menambahkan, uang potongan dana BOS tersebut kemudian dikumpulkan dan dibagi-bagi untuk enam orang. Namun dua orang inilah yang mendapatkan bagian paling besar, 4 orang lainnya hanya mendapat bagian kecil. "Nominal yang dibagi-bagi itu yang dimasukkan ke Bendahara sekolah.
Jumlahnya tidak besar. Justru yang banyak itu yang dipotong mereka duluan," ucapnya. Keduanya mengaku tidak mengetahui peruntukan dana BOS. Mereka mengklaiam jika dana BOS itu adalah uang negara. Dan setelah polisi beritahu, dana itu dikembalikan dari enam guru, total Rp16 juta.
Apfry mengatakan, berdasarkan pengakuan tersangka, mereka ingin mendapatkan tambahan pendapatan. Karena adanya tambahan beban pekerjaan dan untuk kebutuhan hidup sehari-harinya.
"Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain," tandasnya. Kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 atau Pasal 8 UU RI no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang undang no 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang undang no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUH Pidana Jo Pasal 64 KUH Pidana.
Artikel ini telah tayang di yogya.inews.id dengan judul " Kepala Sekolah di Sleman Tilap Dana Bos untuk Keperluan Pribadi, Kerugian Capai Rp150 Juta "
Editor : Stefanus Dile Payong