Ketika Pierre berada di Jakarta, hubungan mereka tetap terjaga hangat walaupun hanya melalui surat-menyurat. Pierre juga pernah curhat kepada kakaknya, Mitzi Farre. "Mitz, aku wis ketemu jodohku. Wis yo Mitz, dongakake wae mugo-mugo kelakon. (Mitz, aku sudah menemukan jodohku. Doakan saja Mitz, semoga bisa tercapai)," bunyi sepenggal isi surat Pierre kepada kakaknya.
"Pierre, kalau orang mau berumah tangga, yang penting adalah restu dari orang tua," bunyi surat jawaban Mitzi kepada Pierre. Kisah cinta Pierre dan Rukmini pada awalnya memiliki hambatan restu dari Ayah dan Ibu Tendean. Masalah perbedaan keyakinan yang menjadi kendala utamanya. Rukmini yang bewatak keras bersikukuh tidak dapat melanjutkan hubungan dengan seorang pria yang bukan muslim. Atas syarat dari Rukmini ini, Pierre sudah memutuskan untuk menuruti syarat dari Rukmini karena dia sangat mencintai gadis sederhana tersebut dan tidak ingin berpisah dengannya. Akan tetapi, Ayah dan Ibu Tendean justru meragukan Pierre dapat membiasakan diri dengan keseharian Rukmini dan keluarga Chamim yang sangat agamis, mengingat Pierre dibesarkan dalam ajaran Kristen yang taat. Keraguan ini muncul setelah kedua keluarga dipertemukan pada awal 1965 di Yogyakarta. Waktu itu keluarga Chamim sedang ramai-ramai pulang kampung mengunjungi saudara mereka di sana.
Meski kedua orang tuanya menyatakan keberatan, Pierre tetap yakin pada hatinya untuk melamar sang pujaan hati. Pierre mulai merasa perbedaan pendapat antara dirinya dan kedua orang tuanya ini dapat diterima oleh keluarga setelah melihat perkembangan hubungan adiknya, Rooswidiati dengan seorang pria Bugis beragama Islam bernama Muhammad Jusuf Razak yang mendapat lampu hijau dari Ayah Tendean.
Pierre pun sempat mengirimkan surat kepada adiknya itu begitu mengetahui Roos didekati Jusuf menjelang awal 1965. Surat Pierre kepada Roos dituliskan dalam bahasa Inggris. "Ayah dan Ibu sangat menyayangi kamu (anak-anaknya). Jangan sakiti hati mereka. Mudah-mudahan kamu membuat keputusan yang benar (dengan pilihan priamu yang berbeda keyakinan)," bunyi surat Pierre kepada adiknya. Roos terdiam kebingungan setelah membaca surat dari Pierre tersebut. Ayah Tendean sempat ngobrol empat mata dengan Roos.
Editor : Stefanus Dile Payong