Hingga akhirnya dia tidak melanjutkan jenjang pendidikan karena malu atas perubahan perilakunya yang lebih cenderung seperti seorang wanita. Sepintas secara fisik, Icha memiliki tubuh layaknya seorang wanita, berambut panjang dengan kulit putih, hidung yang mancung dengan perawakan tinggi serta suara yang lembut. Icha juga terlihat cantik.
Anak terakhir dari empat bersaudara, ini akhirnya berkonsultasi ke sejumlah psikiater hingga disarankan untuk melakukan perubahan kelamin. Operasi ganti kelamin pun dilakukan Icha, bahkan sudah menelan biaya kurang lebih sekitar Rp100 juta.
"Proses operasi sudah sejak Desember 2019, tapi untuk operasinya 2021. Jadi sejak 2019 itu kayak observasi di RS dokter Soetomo di Surabaya. Operasi sekali, biaya kurang lebih Rp100 juta," ungkapnya.
Kuasa hukum Icha, Djoko Susanto mengatakan jika karena penolakan tersebut, Faqih yang saat ini bernama Assyifa Icha Khairunnisa akhirnya mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Menurutnya, alasan keputusan penolakan pergantian kelamin yang di tetapkan oleh hakim tunggal Villa Sari adalah menyalahi kodrat. Maka dari itu Icha ingin membuktikan jika dirinya merupakan seorang wanita, meski sejak lahir dinyatakan sebagai seorang pria.
"Alasannya menyalahi kodrat saja, itu kan tidak benar, alasan-alasan yang menurut saya kurang pas. Karena dari sisi klinis kedokteran, agama, dari sisi lingkungan, bahkan dari sisi fisik pun dia sudah menunjukkan kalau dia seorang perempuan," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, dibuktikan pula oleh surat keterangan dokter dari Rumah Sakit Dokter Soetomo saat kliennya menjalani operasi.
"Surat keterangan dari rumah sakit lengkap ada semua. Lagian sebelum di operasi kan di cek dulu kromosomnya, gennya semua, tapi ditolak katanya karena menyalahi kodrat, padahal dokter secara klinis lebih tahu," ungkapnya.
Dia mengatakan, pihaknya sudah mengajukan kasasi pada Senin (9/5/2022) kemarin dan berharap ada keadilan untuk klien nya. Pasalnya, saat ini kliennya bingung untuk bertindak, dimana ia terlahir sebagai laki laki namun memiliki fisik seorang perempuan.
Begitu pula sebaliknya, saat kliennya ingin bertindak sebagai perempuan, tapi secara administrasi ia adalah laki-laki. Termasuk saat akan melaksanakan ibadah sholat, kliennya bingung bertindak secara perempuan atau laki-laki.
"Harapan klien kita ini secara fisik, psikis dan batiniah dia itu kan perempuan dan suka sama cowok. Lalu organ tubuh berupa alat kelaminnya itu juga sudah dalam bentuk wanita. Sedangkan untuk dikembalikan lagi ke laki laki sudah tidak bisa, sementara identitasnya seorang laki laki, ini kan membingungkan," ujarnya.
Editor : Stefanus Dile Payong