BANDUNG , iNews.id - Cerita pilu dirasakan Meli Mulyati, di tengah kemeriahan lebaran. Ibu tiga anak warga Rancaekek, Kabupaten Bandung tersebut, terjerak kasus hukum dan didakwa dalam kasus penipuan. Ibu yang juga menjadi tulang punggung keluarga itu, tak habis pikir karena menjadi korban penipuan justru dijadikan tersangka.
Lebih tragisnya lagi, ibu rumah tangga ini akan dieksekusi untuk dimasukan ke penjara. Meli Mulyati akhirnya memberanikan diri untuk memohon perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, yang disampaikan ke Sekretariat Negara (Setneg).
"Karena saya merasakan adanya ketidakadilan dan kejanggalan dalam kasus ini di MA (Mahkamah Agung), maka saya mohon perlindungan hukum melalui Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden," ujar Meli Mulyati dalam keterangannya, Rabu (4/5/2022).
Kasus hukum yang menjerat Meli ini sebenarnya dalam proses Peninjauan Kembali (PK) di MA, mengingat Meli terus melakukan perlawanan atas ketidakadilan yang diterimanya selama proses hukum berjalan.
"Pada 10 Januari 2022 ,saya mengajukan upaya hukum PK ke MA, dengan Register Perkara Nomor : I/Akta /Pid.PK/2022/PN.Bdg. Tetapi, sampai saat ini, belum diproses oleh MA," terangnya.
"Saya meminta perlindungan hukum ke Presiden dan Wapres, agar proses di tingkat PK di MA ini tidak terjadi lagi kejanggalan, sehingga putusannya benar-benar adil dan saya menemukan kembali keadilan," ujarnya.
Lebih jauh Meli menyebutkan, berkas dokumen sudah diterima oleh Setneg dan Satwapres tertanggal 27 April 2022, serta berkas untuk tembusan sudah diterima di Kantor MA, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan di Komisi Yudisial (KY) tertanggal 28 April 2022.
"Dengan memohon perlindungan hukum, besar harapan saya mendapatkan putusan yang seadil-adilnya karena saya adalah tulang punggung keluarga yang memiliki dua putra dan satu putri yang masih harus mendapatkan perhatian penuh dari seorang ibu. Terlebih lagi putri saya memiliki kendala kesehatan, sehingga harus menjalankan perawatan dan pemeriksaan rutin yang harus saya dampingi," tutur Meli. Meli menceritakan ketidakadilan yang didapatnya selama ini. Menurutnya, pada awal 2019, dia ditawari pekerjaan oleh Ramandhita Puti Purnamasari, dan Tara Hendra Poerwa Lesmana, terkait pekerjaan iklan sosialisasi Pilpres dan pekerjaan Desa Sayati Bandung.
Dia mengaku tertarik dengan foto kopi SPK yang dibawa dan diperlihatkan oleh Puti kepadanya. Kemudian, berdasarkan informasi dari Puti, pekerjaan tersebut sudah dimenangkan oleh PT Cipta Arthama Digital. Setelah membaca SPK tersebut, Meli tertarik dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh Puti.
Terlebih, saat itu Puti bekerja sebagai karyawan di salah satu radio di Kota Bandung, sehingga dia menaruh kepercayaan kepada Puti dan akhirnya memutuskan untuk menyimpan modal pada pekerjaan yang ditawarkan tersebut. Karena nilai modal yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut cukup besar, akhirnya Meli mencoba menginformasikan dan menawarkan pekerjaan tersebut kepada teman sesama investor, yakni Maman Suparman hingga terjalinlah pertemuan antara dirinya, pihak PT CAD (Ramandhita Puti Purnamasai dan Tara Poerwa Hendra Lesmana).
Di kediaman Maman Suparman, lanjut Meli, Puti menjabarkan pekerjaan tersebut hingga Maman Suparman sepakat ikut memberikan dana untuk modal pada pekerjaan tersebut. Dalam hal pekerjaan ini, Maman Suparman mengetahui bahwa pekerjaan tersebut yang mengerjakannya adalah pihak ketiga, yaitu PT CAD, perusahaan milik Puti.
"Untuk menjalankan proyek tersebut, dibuatlah surat perjanjian antara saya dengan puti dan surat perjanjian antara saya dengan Maman Suparman," kata Meli.
Seiring berjalan waktu pembayaran, lanjut Meli, ternyata PT CAD tidak dapat mengembalikan uangnya tepat waktu dengan alasan dana terpakai oleh Puti dan digunakan untuk kepentingan pribadi Puti.
"Sehingga tanggal pengembalian modal tidak sesuai dengan perjanjian yang dilakukan oleh PT CAD, akhirnya saya curiga adanya kejanggalan dan kemudian saya menanyakan kepada klien terkait pembayaran pekerjaan yang dimaksud. Setelah saya telusuri ke KPU Jabar, ternyata pekerjaan yang ditawarkan oleh Puti kepada saya SPK palsu," beber Puti.
Puti meyakinkan bahwa selain dana dari Maman Suparman, Meli pun ikut memberikan dana dalam pekerjaan tersebut.
"Setelah mengetahui stasus SPK tersebut palsu, saya dan Maman Suparman mencoba menyelesaikan terlebih dahulu dengan cara kekeluargaan," katanya.
Lalu dibuatlah surat pernyataan pengembalian uang oleh Maman Suparnan tertanggal 8 Juli 2019 yang ditandatangani oleh Puti dan Tara yang disaksikan oleh Maman Suparman, yang isinya menyatakan bahwa Puti dan Tara akan mengembalikan uang sesuai perpanjangan jatuh tempo yang diberikan, namun hal itu tidak berhasil dan tidak dilaksanakan oleh mereka.
Akhirnya perkara ini dibawa ke ranah hukum dan Maman Suparman melaporkan kejadian ini ke Polda Jabar.
"Tapi anehnya yang dilaporkan adalah saya dengan alasan Maman merasa saya yang memperkenalkan, sementara posisi saya pada saat itu juga adalah korban dari PT CAD," ujarnya lirih.
"Karena saya tidak terima kalau saya dilaporkan, akhirnya saya melaporkan kejadian penipuan yang dilakukan oleh Puti ke Polrestabes Kota Bandung. Akan tetapi laporan saya sampai saat ini tidak ditindaklanjuti," kata Meli menambahkan.
Akhirnya, berkas di Polda Jabar dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung, yang tak lama kemudian disidangkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
"Pada tanggal 22 Desember 2020, perkara saya diputus oleh PN Bandung, dalam putusannya saya dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana, dan divonis bebas oleh majelis hakim, sedangkan pelaku Ramandhita Puti Purnamasari dan suaminya, Tara Poerwa Hendra Lesmana terbukti bersalah dan divonis 2,5 tahun penjara," jelasnya.
Terhadap putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mengajukan kasasi ke MA dan di sinilah terjadi kejanggalan dan ketidakadilan. Pada tingkat kasasi tersebut, kata Puti, putusan tidak terbukti bersalah di PN Bandung berubah menjadi vonis penjara selama tiga tahun di MA.
"Vonis ini lebih besar dari vonis pelakunya, yaitu Ramandhita Puti Purnamasari dan suaminya Tara Poerwa Hendra Lesmana yang hanya dijatuhi vonis selama 2,5 tahun penjara," sesalnya.
Tidak hanya itu, karena tidak terima atau tidak puas dengan hasil putusan pidana tersebut, Maman Suparman sebagai pelapor kemudian menggugat Meli secara perdata di PN Bale Bandung. Namun, Majelis Hakim PN Bale Bandung, juga memutus perkara perdata tersebut dengan putusan yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.
"Putusan pengadilan sudah jelas, baik pidana dan perdata tidak terbukti dan saya menang. Tapi kok di tingkat kasasi malah dihukum tiga tahun dan harus masuk penjara. Di mana rasa keadilan untuk saya, saya jadi korban malah mau dipenjara," tutup Meli sedih.
Editor : Stefanus Dile Payong