JAKARTA, iNews.id - Prajurit Kopassus lekat dengan semangat membara dan gagah berani dalam setiap medan pertempuran. Prinsip 'Lebih Baik Pulang Nama daripada Gagal dalam Tugas' itu juga yang ditunjukkan Kapten TNI Anumerta Sudaryanto.
Pada 1976, Sudaryanto yang berpangkat letnan satu (lettu) merupakan Komandan Unit C Pasukan Nanggala 10. Sebagai perwira Korps Baret Merah, Sudaryanto diterjunkan dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Sudaryanto memulai karier dari tamtama. Setelah lulus Secaba dan Secapa, tentara yang dikenal cemerlang itu terus naik hingga menembus pangkat lettu.
Pasukan Nanggala 10 bergerak di bawah komando Mayor Inf Yunus Yosfiah. Salah satu anggota tim yakni Letda Inf Prabowo Subianto (kini menteri pertahanan).
“Saya berangkat sebagai perwira intelijen. Namun karena banyak kontak tembak dan beberapa perwira kena tembak, saya ditunjuk sebagai Wakil Komandan Unit C,” kata Prabowo dalam buku biografinya berjudul Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengamanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, dikutip Kamis (12/8/2021).
Gerry Van Klinken dalam buku Perang Kota Kecil menyebutkan, salah satu tujuan penerjunan pasukan Kopassandha (kelak menjadi Kopassus) di Timor Timur yaitu untuk memburu dan menangkap pemimpin-pemimpin Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente alias Fretilin. Seiring perjalanan waktu, strategi Fretilin juga berubah dari perang kota menjadi perang gerilya.
Prabowo mengisahkan, dalam sebuah gerakan pasukan Sudaryanto menyeberangi sungai untuk merebut ketinggian di atas Kota Maubara. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 19.00 lebih.
Namun musuh rupanya telah menanti. Selesai menyeberangi sungai, pasukan Sudaryanto dihujani tembakan kelompok gerilya.
Kontak tembak, menurut Prabowo, mungkin berlangsung 10 menit, tetapi terasa sangat lama.
“Ternyata Letnan Sudaryanto tertembak karena dia berada di barisan paling depan dalam kontak tersebut. Letnan Sudaryanto meraung-raung di antara musuh dan garis kita,” tutur Prabowo.
Mantan Pangkostrad ini melanjutkan, Unit C terpukul mundur beberapa meter. Mereka bertahan dalam sebuah parit. Sudaryanto yang terluka tembak memanggil anak buahnya.
Prabowo memutuskan dirinya yang merayap untuk membawa Sudaryanto dari garis depan. Meski sangat berbahaya karena musuh masih ada dan terus memberondongkan tembakan, Prabowo tak mau mengecewakan komandannya.
“Waktu itu sudah gelap gulita, tetapi kalau Beliau tidak diambil, berarti kami mengecewakan komandan dan moril pasukan turun,” ucapnya.
Menurut Prabowo, dirinya berusaha sekuat tenaga untuk menarik Sudaryanto. Namun tubuh komandannya terasa sangat berat sehingga dia pun merasa kuwalahan. Beberapa prajurit lain akhirnya turut merayap dan membantu membawa Sudaryanto ke garis belakang.
Prabowo segera melaporkan ke pimpinan situasi yang terjadi. Namun karena situasi telah gelap, tidak ada heli yang turun.
“Beliau bertahan sampai pukul 03.00, tetapi akhirnya gugur dalam pelukan saya,” kata lulusan Akademi Militer 1974 ini.
"Saya tidak bisa lupa, komandan mengembuskan napas terakhir dalam pelukan saya," katanya, lagi.
Prabowo mengenang Lettu Inf Sudaryanto bukan hanya sebagai sosok yang selalu tersenyum dan memiliki fisik kuat, tetapi juga pemberani. Sudaryanto, perwira Kopassus yang meniti karier dari tamtama itu selalu memberikan teladan.
“Nilai yang saya ambil dari Letnan Sudaryanto, sekali lagi, adalah keberaniannya. Ia memimpin dari depan, selalu riang gembira dan selalu menjaga moril anak buahnya,” ucap mantan Danjen Kopassus ini.
Editor : Stefanus Dile Payong