JAKARTA, iNewsBelu.id - Kisah sukses Sour Sally, brand yoghurt Indonesia yang mendunia menarik dan menginspirasi. Bagaimana tidak, sesuai dengan makna namanya yang menggambarkan rasa asam dan manis, Sour Sally telah melalui asam manis dunia bisnis selama 12 tahun. Nama Sour Sally tak hanya dikenal masyarakat Indonesia, tapi juga tak asing di mancanegara. Selama 12 tahun, Sour Sally telah memiliki 66 outlet yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga beberapa negara seperti Singapura.
Rahasia kesuksesan Sour Sally tentu tidak terlepas dari tangan CEO Sour Sally Group, Donny Pramono. Meski kini mendulang sukses dari bisisnya, pria kelahiran 30 Desember 1981 ini mengaku telah mengalami dua kali krisis di bisnisnya. Donny Pramono mengungkapkan, krisis pertama terjadi ketika tahun 2011-2012, sewaktu itu bisnisnya mengalami penurunan penjualan. Bahkan ia sempat memiliki hutang sebesar Rp7 miliar di bank.
Pengalaman dari krisis pertama ini membuat dia menyadari ada beberapa fase di bisnis kuliner yang mesti dipahami.
Pertama, fase tren, dimana semua orang akan mencari produknya. Kedua, fase gaya hidup, ketika produknya telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Ketiga, fase budaya, dimana produknya telah mendarah daging di setiap lini kehidupan masyarakat.
Krisis kedua yang dihadapi Donny Pramono adalah krisis yang juga dialami oleh setiap orang yakni pandemi Covid-19. Saat krisis berlangsung, dia mulai bergerak cepat menerapkan strategi baru dengan menerapkan franchise online untuk memperlebar pemasaran produknya di dunia digital. Pasalnya, saat awal masa pandemi Covid-19, mobilitas masyarakat sangat dibatasi dan menjadi tergantung pada dunia online.
Donny Pramono menuturkan menggeluti bisnis Sour Sally karena kecintaannya terhadap yoghurt. Semua berawal saat di bangku perkuliahan, ketika dia sering mencicipi yoghurt yang ada di sekitar kampusnya di University of Penn State di Amerika. Karena mencicipi berbagai macam yoghurt, Donny Pramono kemudian menjajal berbagai resep untuk membuat yoghurt. Setelah melakukan eksperimen berkali-kali, dia akhirnya menemukan resep yang cocok dengan lidah orang Indonesia. Menurut dia, yoghurt di Amerika cenderung manis karena kandungan susu yang lebih banyak.
Editor : Stefanus Dile Payong