Yasonna menuturkan, dasar dari paparan Indonesia di UPR ke-4 ini semuanya tertuang dalam laporan pembangunan nasional di bidang HAM Indonesia. Laporan itu disusun dengan dukungan masyarakat sipil Indonesia dan lembaga-lembaga HAM nasional.
“Telah diserahkan kepada Dewan HAM PBB untuk menjadi rujukan seluruh negara dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Yasonna Laoly yang juga Guru Besar Ilmu Kriminologi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu.
Dia menambahkan, keberhasilan dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia sangat terkait dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Maka itu, lanjut dia, pencapaian pemenuhan hak asasi manusia selama lima tahun terakhir tidak terlepas dari komitmen berkelanjutan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan sejahtera.
“Melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, perbaikan regulasi serta reformasi struktural, serta percepatan pembangunan infrastruktur, agar seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke dapat menikmati kualitas hidup yang sama,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, berbagai kemajuan upaya pemenuhan HAM Indonesia mendapat banyak apresiasi dari negara lain, di antaranya terkait komitmen untuk terus memajukan capaian RANHAM, memperluas akses kesehatan dan pendidikan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan, hingga dalam upaya merevisi KUHP. Dia pun mencatat sejumlah rekomendasi kritis telah disampaikan kepada Indonesia, di antaranya isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, revisi kitab UU Hukum
Pidana, isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap Hak Wanira, anak dan disabilitas, serta isu Papua. “Catatan-catatan penting tersebut, akan ditempatkan sebagai refleksi untuk terus meningkatkan pembangunan kita dan melakukan koreksi lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pembangunan kita secara merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia di mana pun berada,” katanya.
Sedangkan outcome UPR ini dalam bentuk rekomendasi-rekomendasi akan dikonsultasikan lebih lanjut dan pemerintah Indonesia memiliki hak untuk mendukung atau cukup mencatat saja.
“Pemerintah tentunya akan terus berkomitmen tanpa kenal lelah dalam menunaikan tujuan pembangunan nasional, termasuk di bidang HAM,” pungkasnya. Selain Indonesia, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR pada persidangan UPR November 2022 ini, yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ekuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia, dan Tunisia.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait