Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda NTT Stefanus Dile Payong, kami mengutuk keras atas prilaku okum Polri di Polres Manggarai yang begitu arogan, terhadap rekan kita Herry Kabut yang sedang menjalankan tugas jurnalistik, pers dengan pihak kepolisian merupaka mitra kerja maka sebagai mitra yang baik seharusnya saling menjaga bukan slaing melukai, dan jika ada kesalah harusnya bisa diselsaikan dengan baik, bukan main hakim sendri layaknya peman.
Dengan slogan polisi yang melindungi mengayomi masyarakat itu yang seperti apa, sehingga rekan kita bisa diperlakukan begitu.
"Kami sangat menyesali perbuatan oknum polri yang lagaknya kayak preman, atas itu kami IJTI mengutuk keras perbauatan oknum polri ini yang sangat tidak manusiawi," ungkap Evan Payong
Kami meminta bapak Kapolda NTT dan Kapolri segera melakukan investigasibdan segera melakukan proses hukum atas oknum polisi yang sangat brutal seperti ini, negara kita negara hukum yang cinta damai. Bukan negara yang penuh dengan ancaman dari aparat seperti ini.
"Kami meminta bapak Kapolda NTTdan Kapori segera memeriksa anggota polisi yang terlibat dalam aksi penganiayaan dan intimidasi terhadap rekan kita, Dan jika terbumti bersalah maka segera mengambil langkah tegas kepada oknim tersebut," katanya.
Menurut Korban Herry Kabut, dirinya ditangkap dan diintimidasi tidak hanya itu dirinya juga dicekik. setelah dicekik langsung dimasukan dalam mobil polisi. Mereka terus bertanya kartu pengenal saya namun saya hanya menunjukan surat tugas.saya sudah mencoba menjelaskan namun saya tetap di intimidasi.
"Awalnya sayaa memotret lokasi kejadian dan dinatara itu ada bebebrapa warga yang sudah diamankan diatas mobil polisi dengan beberapa oknum polwan, saat itu saya diminta dari mama dan kenapa harus foto, saya menjawab saya wartawan dan mereka meminta kartu pers, namun karena yang sayaa bawa hanya surat tugas maka sya di cekik dan diseret," ungkapnya.
"Atas persitiwa tersebut IJTI mengecam keras tindakan oknum personel kepolisian. Pasalnya jelas tugas jurnalis dilindungi oleh Undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum," ujar Ketua IJTI pengda NTT Stefanus Dile Payong.
Kerja-kerja jurnalistik meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik. Karena itu, Yadi ingin pelaku tindak kekerasan dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, serta Pasal 18 UU Pers, dengan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta
"Tindakan oknum personel polisi yang mengintimidasi serta penghapusan video dan foto yang diambil oleh awak media masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum. IJTI meminta agar para oknum personel polisi segera ditindak sesuai ketentuan yang berlaku," tuturnya.
Menanggapi tindak kekerasan tersebut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan sikap sebagai berikut :
1. IJTI mengecam keras intimidasi terhadap para jurnalis yang dilakukan oleh oknum polisi
2. Meminta pihak kepolisian segera memberikan penjelasan resmi.
3. Medesak Polri segera memgambil tindakan tegas pada oknum polisi yang terbukti bersalah melalukan pelanggaran dalam kasus ini.
4. Kekerasan terhadap jurnalis yang tengah bertugas adalah ancaman nyata bagi kebebasan pers dan demokrasi yang tengah tumbuh di tanah air
5. Menekankan para jurnalis agar tetap bekerka profesional.
6. Aparat polisi sudah sewajibnya menjaga dan memberikan rasa aman terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya
7. Meminta kepada Kapolri agar memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada seluruh anggota polri hingga level paling bawah agar memahami tugas-tugas jurnalis yang dilindungi oleh undang-undang
8. Meminta semua pihak agar tidak melakukan intimidasi serta kekerasan terhadap jurnalis yang tengah bertugas.
8. Mengingatkan kepada seluruh jurnalis di Indonesia agar selalu berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya. Fungsi pers adalah menyuarakan kebenaran serta berpihak pada kepentingan orang banyak.
Editor : Stefanus Dile Payong