get app
inews
Aa Text
Read Next : Sadis, 1 Prajurit TNI Tewas di Tembak KKB di Puncak Papua Tengah

Inilah Sejarah Petrus, Para Penembak Misterius di Era Orde Baru

Senin, 19 September 2022 | 18:29 WIB
header img
Sejarah petrus, para penembak misterius di Era Orde Baru menarik untuk dicermati. (Foto: Ilustrasi/Ist)

YOGYAKARTA, iNewsBelu.id- Sejarah petrus, para penembak misterius di Era Orde Baru menarik untuk dicermati. Petrus adalah salah satu cara pemerintah Orde Baru untuk memberantas preman.

 Asto Puaso, warga Padukuhan Plembutan Timur RT 13 RW 04 Kalurahan Plembutan Kapanewon Playen Gunungkidul ini masih mencari sosok ayahnya. 

Seniman lukis ini masih yakin jika bapaknya, Wasirin (Mbah Sirin) hilang dan hidupnya berakhir di Luweng (gua vertikal) Grubug yang berada di Kapanewon Semanu.

Berdasarkan cerita warga sekitar,  Luweng Grubug sendiri selama ini dikenal sebagai tempat pembuangan eks PKI dan juga penjahat kala jaman Petrus (Penembakan Misterius). Namun Asto mengungkapkan jika bapaknya hilang bersamaan dengan penumpasan PKI usai peristiwa 1965 lalu bukan ketika jaman Petrus. 

Ya, selain untuk membuang korban penumpasan G30/S/PKI, Gua Grubug juga diyakini sebagai tempat pembuangan korban Petrus yang banyak terjadi di tahun 80-an lalu. Hal tersebut diungkapkan oleh Paijem, warga yang sering mencari rumput di sekitar mulut goa Grubug.

"Cerita bapak saya. Memang dipakai untuk membuang mayat-mayat PKI dan dulu awal tahun 80-an sering ada kabar membuang mayat gali (preman)," tutur Paijem. 

Pada tahun 1980-an, angka kejahatan di Indonesia begitu tinggi, khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Tengah. Pemerintah Orde Baru pada saat itu melakukan operasi rahasia agar kasus kejahatan diturunkan. 

Mereka menangkap dan membunuh para preman, perampok, gali, atau orang-orang yang dianggap mengganggu ketentraman masyarakat.  Sempat mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto karena terbukti efektif dalam menurunkan kasus kejahatan, operasi ini menciptakan kontroversi karena banyak pelaku yang mati ditembak. 

Pada tahun 1983 misalnya, ada 532 orang tewas karena tembakan. Peristiwa petrus di Yogyakarta bermula saat Komandan Kodim Yogyakarta, Letkol  M Hasbi melancarkan operasi pemberantasan kejahatan (OPK) yang awalnya diklaim hanya untuk pendataan para pelaku kriminal. Namun ternyata pendataan itu berubah menjadi proses penangkapan secara semena-mena.

Rata-rata dari mereka mengalami luka tembak mematikan di bagian kepala dan beberapa di bagian leher. Bahkan, beberapa dari mereka adalah tokoh gali yang terkenal di kalangan masyarakat Yogyakarta.  

Operasi Petrus nampaknya menjadi sejarah perjalanan premanisme yang terjadi di DIY. Dikutip dari akun Facebook Jogja Rikala Semana OPERASI PETRUS DI YOGYAKARTA  yang menyadur dari majalah Angkasa Edisi Koleksi - The World’s Most Shocking Covert Operations (Delapan operasi terselubung paling menggegerkan) / Koleksi No.75 / September / Tahun 2011, Petrus memang ada. 

Pada tahun 1980-an, suasana kota Yogyakarta cukup mencekam. Para preman yang selama itu dikenal sebagai gabungan anak liar (gali) dan menguasai beberapa wilayah dibuat resah.
 

Karena tiba-tiba mereka diburu oleh tim Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK), yang kemudian dikenal sebagai Petrus (Penembak misterius). Ketika melakukan aksinya, tak jarang suara letusan senjata para penembak terdengat oleh masyarakat sehingga suasana jadi makin mencekam.  

Mayat-mayat para korban penembakan atau pembunuhan misterius itu pada umumnya mengalami luka tembak di bagian kepala, dan leher, lalu kemudian dibuang di lokasi yang mudah ditemukan oleh penduduk sekitar.  Ketika ditemukan, mayat biasanya langsung dikerumuni warga dan menjadi tontonan masyarakat, esok harinya, lalu menjadi headline di media massa yang terbit di Yogyakarta. 

Aksi OPK melalui modus Petrus tersebut dengan cepat menimbulkan ketegangan dan teror bagi para pelaku kejahatan, karena korbankorban OPK di kota-kota lainnya pun mulai berjatuhan. 

Selama sebulan OPK di Yogyakarta, paling tidak enam tokoh penjahat tewas terbunuh. Para korban tewas yang ditemukan rata-rata mengalami luka tembak parah di kepala dan lehernya. Dua diantara korban OPK yang berhasil diidentifikasi adalah mayat Budi alias Tentrem (29) dan Samudi Blekok alias Black Sam (28).  

Mayat Budi yang dulu ditakuti dan dikenal lewat geng mawar Ireng-nya, menjadi korban tak berdaya yang terkapar di parit di tepi jalan daerah Bantul, Selatan Yogyakarta. Peristiwa itu terjadi di awal tahun 1985.

Sedangkan mayat Samudi alias Black Sam, ditemukan tergeletak di semak belukar di kawasan Kotagede yang tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta.  Dari cara membuang mayatnya, jelas ada semacam pesan yang ingin disampaikan kepada para bromocorah di Yogyakarta, yaitu agar segera menyerahkan diri, atau menemui ajal seperti rekan-rekan mereka yang telah tewas.  

Selama OPK berlangsung, paling tidak ada 60 bromocorah Yogyakarta yang menjadi korban Petrus. Sebagian besar tewas ditembak dan beberapa yang lainnya tewas terbunuh akibat senjata tajam. 

Sejumlah korban bahkan diumumkan oleh aparat keamanan, bahwa penyebab tewasnya mereka adalah akibat pengeroyokan massa. Salah satu korban yang diklaim aparat keamanan sebagai korban yang tewas akibat pengeroyokan massa adalah bromocorah bernama Ismoyo. 

Selama hidupnya, Ismoyo dikenal sebagai gali elite karena merupakan lulusan Fakultas Sosial Politik UGM dan berstatus PNS. Sebagai ketua kelompok preman yang sering memalak angkutan-angkutan kota di wilayahnya, gali elite tersebut kemudian diciduk oleh aparat keamanan untuk diinterogasi. 

Namun menurut versi aparat, Ismoyo mencoba melarikan diri dan kemudian tewas akibat dikeroyok massa.  Modus menyuruh bromocorah lari kemudian sengaja diteriaki maling atau malah ditembak saat sedang lari, merupakan cara standar yang dilakukan tim OPK untuk membereskan buruannya. 

Cara lain untuk memberikan shock therapy kepada bromocorah adalah dengan menembak korbannya puluhan kali.  Cara ini diterapkan OPK saat menghabisi pentolan gali di Yogyakarta, yaitu Slamet Gaplek. Berdasarkan info, Slamet konon kebal peluru. 

Slamet Gaplek sempat melarikan diri dengan cara mematahkan borgol, namun akhirnya tersungkur mengenaskan setelah dihujani tembakan, dan lebih dari 20 peluru bersarang di sekujur tubuhnya.  Korban yang tewas dengan cara yang sadis dan mengenaskan tersebut lalu dibuang ke tempat-tempat yang mudah ditemukan oleh warga sehingga esoknya langsung menjadi berita yang heboh. 

Berita tentang mayat-mayat yang berjatuhan pun menghiasi kolom-kolom depan koran dan dengan cepat jadi pembicaraan publik.  Cara seperti itu memang sangat efektif sebagai efek shock theraphy yang sangat ampuh untuk membasmi pelaku-pelaku tindak kejahatan meminimalisir angka kejahatan di kota-kota besar. 

Artikel ini telah tayang di yogya.inews.id dengan judul " Sejarah Petrus, Para Penembak Misterius di Era Orde Baru ", Klik untuk baca: https://yogya.inews.id/berita/sejarah-petrus-para-penembak-misterius-di-era-orde-baru/3.

 

Editor : Stefanus Dile Payong

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut