Bocah kelahiran tahun 2009 itu setelah melangkahkan kaki dari rumahnya untuk pergi sekolah, dirinya langsung mengajak teman-temannya untuk pergi sekolah bersama-sama. Bukan jalanan lurus, atau jalan aspal, bahkan trotoar yang mulis yang dilalui kebanyakan siswa diperkotaan untuk sampai ke sekolah. Melainkan bukit yang menanjak, hingga rumput-rumput ilalang. Namun saat terjadi hujan turun, Egi terpaksa harus melalui jalan yang dipenuhi dengan lumpur, agar sepatunya tetap bersih, kadang bocah berambut ikal tersebut harus membuka sepatunya agar tetap bersih, dan berjalan kaki tanpa menggunakan alas.
"Kalau lagi hujan, kadang gak pake sepatu biasa aja jalan kaki, biar nanti pas masuk kelasa engga kotor," kata Egi sambil menendang bola di lapangan sekolahanya. Setelah tiba di sekolah, Egi terpaksa harus disatukan dengan kelas 5, karena di SDN Cigombong itu, cuman tinggal dirinya seorang yang tercatat sebagai kelas enam. Setelah pukul 10.00 WIB, ia dengan beberapa temanya kembali jalan kaki untuk pulang. Setelah pulang, biasanya Egi membantu orang tuanya, usai itu baru dirinya bisa main dengan teman sebayanya.
Meski seragam putih merah yang dipakainya telah lusuh, hal itu tidak membuat Egi patah semangat untuk menimba ilmu, walaupun harus naik turun bukit sejauh 3 kilometer. Bocah kurus yang cukup tinggi diusianya itu, pun berniat untuk melanjutkan sekolah hingga tinggkat SMA/SMK agar bisa mengabdi pada negara, dengan mengikuti pendaftaran TNI.
"Sekolah mau dilanjut sampai ke SMA/SMK karena nanti pengen jadi bapak-bapak tentara, karena gagah, bisa mengamanin negara juga," senyumnya. Egi merupakan anak dari seorang petani yang tinggal di daerah perbatasan antar Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung.
Editor : Stefanus Dile Payong