Mina Bai, seorang kolumnis Iran-Norwegia, dan jurnalis yang berbasis di Iran; Hossein Ronaghi memposting pesan di Twitter tentang nasib buruk Ramezani. Ramezani meluncurkan protesnya pekan lalu sebagai bagian dari kampanye di Iran untuk memprotes kebijakan pakaian apartheid gender rezim, yang memaksa perempuan untuk mengenakan jilbab.
Menurut sebuah laporan media pemerintah AS, Radio Farda, Peyman Gholipur—saudara laki-laki Pejman—, menulis di Telegram pada 17 Juli, bahwa hukuman ibunya kemungkinan terkait dengan kampanye melawan kewajiban jilbab yang dibuka pada 12 Juli.
"Alasan terbesar mengapa mereka takut padanya adalah karena dia meneriakkan kebenaran," kata Gholipur. "Mereka takut padanya karena dia tidak meletakkan foto Pejman selama satu menit," ujarnya, yang dikutip TheJerusalem Post, Selasa (26/7/2022). Dia mengatakan satu-satunya "kejahatan" ibunya adalah mencari keadilan.
Aktivis hak asasi manusia Iran-Amerika, Lawdan Bazargan, mengatakan kepada The Jerusalem Post; "Republik Islam Iran tidak sah karena rezim yang sah tidak menahan Ibu yang kehilangan anak-anak mereka atau wanita yang menuntut kebebasan dan keadilan." “Taktik penindasan ini dirancang untuk menciptakan suasana teror dan ketakutan, tetapi rakyat Iran dengan berani turun ke jalan setiap hari untuk menuntut hak-hak mereka. Orang-orang berbicara dan menentang rezim abad pertengahan ini, dan akhir dari tirani sudah dekat,” kata Bazargan.
Wartawan Voice of America dan aktivis hak-hak perempuan, Masih Alinejad, mengatakan; “Ibu Aban telah menjadi mimpi buruk Rezim Islam Iran karena mereka secara terbuka dan berani mengatakan bahwa kami ingin menyingkirkan Republik Islam.” Pemerintah Iran belum berkomentar atas hukuman cambuk terhadap Ibu yang melakukan protes damai tersebut.
Editor : Stefanus Dile Payong