"Mereka akan punya penjaga bersenjata," kata mereka. "Anda akan berakhir mati di parit di suatu tempat," yang lain memperingatkan. Yang lainnya mengatakan saya akan baik-baik saja, "Mereka cuma kutu buku ahli komputer."
Semuanya berujar bahwa kami tidak akan bisa mendekati mereka.
Dalam konferensi pers tiga tahun lalu, FBI menyebut nama delapan anggota kelompok hacker Rusia, Evil Corp, menuduh Igor Turashev dan pemimpin geng tersebut, Maksim Yakubets, mencuri atau memeras lebih dari US$100 juta (Rp1,4 teriliun) dalam peretasan yang berdampak pada 40 negara berbeda.
Korbannya berkisar dari usaha kecil hingga perusahaan multinasional seperti Garmin, serta lembaga amal dan sekolah. Dan itu baru yang kita ketahui.
Departemen Kehakiman AS mengatakan orang-orang itu adalah "perampok bank berteknologi siber" yang melakukan serangan ransomware, atau meretas akun untuk mencuri uang.
Pengumuman itu membuat Maksim Yakubets, yang saat itu baru berusia 32 tahun, menjadi poster boy untuk peretas playboy Rusia.
Rekaman video geng tersebut, yang diperoleh Badan Kejahatan Nasional Inggris, menunjukkan orang-orang mengendarai Lamborghini, tertawa-tawa dengan gumpalan uang tunai dan bermain dengan anak singa peliharaan.
Dakwaan FBI terhadap kedua pria itu adalah hasil kerja bertahun-tahun, termasuk wawancara dengan beberapa mantan anggota geng dan penggunaan forensik siber.
Beberapa informasi berasal dari tahun 2010, ketika polisi Rusia masih bersedia untuk berkolaborasi dengan sejawat mereka di AS.
Hari-hari itu sudah lama berlalu. Pemerintah Rusia secara rutin menepis tuduhan peretasan yang dilayangkan AS terhadap warganya.
Faktanya, para peretas tidak hanya dibiarkan hidup dengan bebas, mereka juga direkrut oleh lembaga keamanan.
Penyelidikan kami terhadap Maksim Yakubets dimulai di tempat yang tidak terduga - sebuah lapangan golf sekitar dua jam perjalanan dari Moskow.
Ini adalah lokasi pernikahannya yang spektakuler pada tahun 2017, video acara itu kemudian dibagikan secara luas.
Menariknya, wajah Yakubets tidak pernah terlihat dalam video, yang direkam oleh sebuah perusahaan produksi video pernikahan, tetapi kita dapat menyaksikannya menari mengikuti musik yang dibawakan oleh seorang penyanyi Rusia terkenal di bawah pertunjukan cahaya yang megah.Perencana pernikahan, Natalia, tidak mau menjelaskan secara spesifik tentang hari besar Yakubets tapi ia menunjukkan kepada kami beberapa lokasi utama, termasuk bangunan berpilar yang diukir dari perbukitan di dekat danau.
"Ini kamar eksklusif kami," ujarnya. "Pengantin baru suka masuk ke dalam untuk pemotretan dan bercumbu."
Saat kami dibawa berkeliling dengan kereta golf, saya melakukan beberapa perhitungan.
Dengan hal-hal yang sejauh ini diberitahukan kepada kami, pernikahan akbar ini akan menelan biaya jauh lebih besar daripada perkiraan yang saya dengar sebelumnya, yaitu sekitar US$250.000 (Rp3,5 miliar). Ongkos totalnya bisa jadi mendekati setengah juta dolar, atau bahkan US$600.000 (Rp8,5 miliar).
Kami tidak tahu bagaimana hari istimewa itu dibiayai, tetapi jika Yakubets yang membayarnya, itu menjadi indikasi akan betapa mewahnya gaya hidupnya.
Igor Turashev, 40 tahun, juga tidak bersikap rendah hati.
Menggunakan catatan publik, kolega saya Andrei Zakharov, wartawan siber BBC Rusia menemukan tiga perusahaan yang terdaftar atas namanya.
Semuanya memiliki kantor di Federation Tower yang bergengsi di Moskow, gedung pencakar langit yang mengilap di distrik keuangan yang tidak akan terlihat aneh di Manhattan atau Canary Wharf London.
Resepsionis yang bingung mencari-cari nomor telepon, dan menemukan bahwa kantor-kantor tersebut tidak memilikinya. Ia akhirnya menemukan nomor ponsel atas nama perusahaan, dan menghubungkan kami.
Kami menghubungi nomor itu dan menunggu.
Lagu Frank Sinatra diputar selama sekitar lima menit, lalu akhirnya seseorang mengangkat telepon, kedengaran seolah-olah ia sedang berada di jalan yang sibuk - tapi langsung menutup pembicaraan ketika kami mengatakan kami adalah jurnalis.
Seperti yang dijelaskan Andrei, Turashev bukan orang yang dicari di Rusia sehingga tidak ada yang menghalanginya untuk menyewa ruang kantor di pusat kota yang mahal ini.
Editor : Stefanus Dile Payong