Wow Keren! Ajak Indonesia Berkain Membaca Motif Wastra Sumba

Yudistiro Pranoto
Bicara tenun, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah surganya. Dari Timor, Flores, Rote, Shabu, higgga di Sumba tenun sudah seperti harta karun

Motif patola diperdagangkan oleh saudagar India ke berbagai benua lebih dari seratus tahun silam. Maka, tidak perlu diherankan jika tenun-tenun Tanah Air sangat beragam karena pengaruh semacam itu. Masyarakat Sumba ini selain membuat motif patola ratu pada tenun mereka, juga membuat motif patola gajah atau tau tunggul gajah (manusia menunggang gajah). Selain hewan, manusia pun menjadi salah satu pilihan motif Sumba. Motif orang menari, orang gila, orang menunggang kuda, orang menunggang gajah dilukiskan pada kain-kain tenun di Sumba. Ada pula ana tau, motif manusia telanjang yang menyimbolkan kepolosan, kesendirian, ketakutan, kemiskinan, berserah, dan permohonan kepada Tuhan agar mendapat pengasihan dalam menjalani kehidupan. 

Keguguran janin pun digambarkan pada motif tenun dari Sumba. Namanya katiku kamawa, sebuah pola tengkorak bayi tetapi anggota tubuhnya tidak lengkap. Motif ini menyimbolkan roh halus sebagai ungkapan kasih. 

“Sehelai tenun adalah cara seorang ibu, cara perempun, bertuah. Tuah itu divisualkan pada narasi kehidupan, alam raya, flora dan fauna yang diceritakan lewat tangan-tangan terampil. Mereka menghitung helai-demi helai benang agar menemukan sebuah pola yang sarat makna dan doa. Jadilah tenun tak sekadar hamparan benang bercorak, tapi pesan kehidupan yang ingin disampaikan nenek moyang,” papar Nury yang tak ingin kain-kian nusantara tergilas jaman. 

Dia menegaskan, berbagai tenun dari Sumba itu akan terus lestari sepanjang kehadirannya menjadi suatu keharusan dalam upacara adat dan orang Indonesia mau memakainya di banyak kesempatan. Mengenalkan Tenun Sumba Langkah nyata agar kain-kain tradisional terus lestari, Nury mengajak perempuan Indonesia untuk berkain dengan gembira. 

“Gak mesti berkain itu harus sesuai aturan adat, atau memenuhi seluruh unsur setiap daerahnya. Pakai tenun bisa dipadankan dengan boots atau sneaker, aksesoris yang menarik dan berkaos oblong. Karena kita pakai untuk sehari-hari, bukan upacara adat,” katanya. 

Karena sedang mengenalkan kain-kain Sumba, maka dalam kesempatan ini Nury dan teman-teman #berkaingembira memakai sarung pahikung, witikau, ikat Sumba, aksesoris mamuli. Iie Nursam, salah seorang yang ikut berkain pahikung, merasa bahagia mendapatkan ilmu baru tentang motif kain Sumba yang sarat makna dan pesan. 

“Saya tau tenun Sumba udah lama tapi gak pernah pakai, karena gak tau caranya. Setelah mendapat penjelasan saya jadi makin cinta pada Indonesia,” ujarnya.  Hal serupa dirasakan Saphira, Elya, Gie, dan Heni. Para perempuan ini mengaku, semakin banyak pengetahuan tentang wastra (kain-kain tradisional) semakin pula paham bahwa perempuan Indonesia itu cerdas. 

“Saya gak ragu lagi pakai kain, karena kain-kain tenun itu selain cantik juga sangat sopan dipakainya,” kata Saphira menutup kegiatan berkain Sapawastra Sumba.

Editor : Stefanus Dile Payong

Sebelumnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network