Menurut warga setempat, bangunan itu milik seorang pengusaha minuman yang rencananya akan membangun kembali bangunan tersebut dengan lantai tiga.
Bangunan yang lokasinya berhadapan dengan rumah dinas Wali Kota Padang itu sudah ditutupi dengan seng warna merah semuanya ditutup dan dikunci. Setelah rata dengan tanah tidak ada lagi kegiatan dalam komplek tersebut.
Berdasarkan informasi yang dirangkum dalam situs pemerintah Kota Padang. Bangunan cagar budaya itu dahulunya berfungsi sebagai rumah tinggal keluarga Dr Woworuntu yang didirikan pada 1930.
Selanjutnya, rumah itu dimiliki oleh Ema Idham. Rumah Ema Idham pernah ditempati Soekarno selama tiga bulan pada 1942. Bung Karno pernah menggunakan rumah ini sebagai tempat menghimpun kekuatan melawan penjajah.
Keberadaan Bung Karno di Padang bermula dari langkah Belanda yang memindahkan Soekarno yang berada dalam pengasingan di Bengkulu ke Aceh.
Ketika rombongan pasukan Belanda sampai di Painan, Sumbar, tentara Jepang ternyata sudah sampai ke Bukittinggi. Belanda pun akhirnya meninggalkan Soekarno di Painan.
Organisasi Hizbul Wathan yang bermarkas di Masjid Raya Ganting, Padang, kemudian menjemput dan membawa Soekarno ke Padang. Awalnya, Soekarno dan keluarga tinggal di rumah Egon Hakim, lalu pindah ke rumah kawan lamanya asal Manado, Woworuntu, yang belakangan disebut Rumah Ema Idham. Bangunan tersebut berbentuk persegi panjang dengan luas 290 meter.
Hampir seluruh bangunan terbuat dari cor semen, kecuali tiang serambi, kerangka atap, jendela, dan pintu yang terbuat dari kayu, serta atap dari seng. Rumah tersebut sudah ditetapkan menjadi cagar budaya di Kota Padang dengan No. Inventaris 33/BCBTB/A/01/2007.
Editor : Stefanus Dile Payong