JAKARTA, iNews.id - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah.
Dia juga dihukum membayar uang pengganti dan dicabut hak politiknya. Nurdin Abdullah diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar dan 350.000 dolar Singapura atau setara Rp3,667 miliar. Jika dijumlah keseluruhan, uang pengganti yang harus dibayarkan Nurdin Abdullah yakni sekitar Rp5,8 miliar.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,187 miliar dan 350.000 dolar Singapura," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Makassar yang ditayangkan lewat YouTube KPK RI, Senin (29/11/2021), malam.
Hakim memerintahkan agar Nurdin Abdullah membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap alias inkrah. Jika dalam waktu yang telah ditetapkan tersebut Nurdin tidak membayar maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut.
"Dan apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan," katanya.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Nurdin Abdullah. Mantan Bupati Bantaeng tersebut divonis dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokoknya.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," terangnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim menyatakan Nurdin Abdullah terbukti menerima suap sejumlah proyek di Sulsel. Nurdin juga divonis membayar denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino saat membacakan amar putusan.
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Keadaan yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa Nurdin Abdullah bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan yang meringankan yakni terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yang perlu dinafkahi, terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan berlangsung serta tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang mengakibatkan persidangan tidak lancar.
Diketahui, putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Nurdin Abdullah dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan. Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Nurdin Abdullah terbukti menerima uang 150.000 dolar Singapura dari pengusaha Agung Sucipto. Nurdin juga sempat mengarahkan Agung Sucipto agar berkomunikasi dengan Edy Rahmat jika ada kendala ataupun ingin memberikan sesuatu.
Tak hanya itu, Nurdin Abdullah juga pernah menyuruh Edy Rahmat untuk meminta uang ke Agung Sucipto dalam rangka membantu relawan. Edy menyanggupi perintah Nurdin Abdullah. Edy pun menyampaikan arahan Nurdin tersebut ke Agung Sucipto. Edy Rahmat juga pernah menerima langsung uang Rp2,5 miliar dari Agung Sucipto di jalan dekat rumah makan nelayan. Uang itu diserahterimakan atas perintah dari Nurdin Abdullah. Uang itu diyakini berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto.
Sementara terkait gratifikasi, Nurdin Abdullah diyakini oleh tim jaksa telah menerima uang Rp7,587 miliar dan 200.000 dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 dari kontraktor lainnya. Uang itu berasal dari Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella, Robert Wijoyo; Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat, Nuwardi Bin Pakki alias H Momo dan Haji Andi Indar; Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera, Fery Tanriady; Pemilik PT Lompulle, Haeruddin serta Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
"Menimbang bahwa terkait dengan unsur ini, majelis berpendapat dengan penuntut umum bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum di persidangan, diketahui bahwa semua penerimaan gratifikasi tersebut diterima oleh terdakwa terkait dengan jabatannya selaku Gubernur Sulawesi Selatan," tutur Hakim.
Atas perbuatan suapnya, Nurdin dinyatakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Sedangkan terkait gratifikasi, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Stefanus Dile Payong