get app
inews
Aa Read Next : Perahunya Terbalik Sepulang Dari Kebun, Petani di Flores Timur Tenggelam

Wow Keren! Ajak Indonesia Berkain Membaca Motif Wastra Sumba

Minggu, 14 Agustus 2022 | 07:17 WIB
header img
Bicara tenun, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah surganya. Dari Timor, Flores, Rote, Shabu, higgga di Sumba tenun sudah seperti harta karun

Nury mengatakan, untuk lebih jauh mengetahui makna pakaian yang memiliki tradisi panjang seperti tenun, perempuan-perempuan Indonesia hendaknya lebih giat lagi mengeksplorasi dan mempelajarinya lebih dalam. “Akan baik juga sambil memakai kain-kain tradisional, kita bisa mempelajari makna dan pesan yang terkandung di setiap lembarnya,” ujarnya. Menurutnya, tak hanya tenun yang memberi pesan. Batik, jumputan, lurik, songket, ulos, karawo, lipa’ pun memiliki makna dan ada pitutur dari orang tua, khususnya Ibu.

 
“Tak hanya Sumba, semua tenun yang dibuat di tanah air ini kaya makna dan pesan untuk kehidupan,” kata Nury . Ibu satu putri ini menjelaskan, tenun dari Sumba pada prosesnya mengalami kerumitan tersendiri, baik dalam pewarnaan maupun pembuatan motifnya. Untuk tenun ikat dikerjakan selama dua sampai lima bulan, tergantung ukuran dan kerumitan motif. Berbeda lagi dengan pahikung yang pembuatannya bisa memakan waktu hingga tahunan jika benang yang digunakan dari kapas pintal (pahudur). 

“Setiap lembar kain yang lahir dari tangan para seniman tenun tidak akan sama persis dengan lembaran kain lain karena tenun dibuat dengan cerita dan imajinasi para penenun masing-masing. Seperti lukisan, setiap helainya memberikan gambaran kreativitas, imaji, dan suasana hati dari para penenun. Motif-motif itu sudah mati di kepala perempuan,” papar Nury yang giat mengampanyekan kain-kain nusantara melalui sapawastra.

 Ada dua jenis tenun tradisional khas Sumba: kain hinggi untuk lelaki dan lau pahikung untuk perempuan. Hinggi berwarna cokelat atau biru tarum, sedangkan lau pahikung memilliki motif dekoratif dengan sambungan hasil jahitan tangan hingga membentuk sarung. Membaca Motif Tenun dari Sumba memiliki motif yang sangat kaya. 

Ada motif tulang ikan, lobster, ayam, burung, kuda, rusa, singa, kucing, gajah, buaya, ular, bunga, ranting, pucuk rebung, kepala manusia, pohon andung (penggalan kepala/tengkorak), perempuan menari, hingga simbol rahim perempuan. Keanekaan motif itu mencerminkan masyarakat Sumba yang menganut agama Marapu (animisme). 

“Mereka percaya pada reinkarnasi dan ada kehidupan baru setelah mati. Jadi, kalau kita lihat motif mamuli, atau kuda tunggang, misalnya, dengan mudah kita mengenali itu adalah tenun dari Sumba,” papar Nury. Di kalangan masyarakat Sumba, kuda atau njara merupakan simbol kejantanan, kepemimpinan, serta kepahlawanan. Motif ini dikaitkan dengan adat kebiasaan menunggang kuda ketika berperang dan menggunakan kuda sebagai pengangkut. Selain itu, kuda melambangkan keagungan dan kebanggaan yang dikaitkan dengan status sosial. Keberadaan kuda bagi masyarakat Sumba sangat penting. 

Selain memiliki nilai ekonomi tinggi, menjadi tunggangan, dan menjadi bagian penting dalam upacara-upacara adat, kuda kerap menjadi alat untuk membayar bellis perkawinan. Sifat kuda yang setia dalam kawanannya juga menjadi inspirasi kehidupan orang-orang Sumba. Maka, pada motif tenun dari Sumba pun kita sering menjumpai kuda bersayap atau kuda terbang, atau kuda poni yang diyakini sebagai kuda pertama sebelum kedatangan kuda sandel. 

Motif kuda tunggang memiliki ceritanya sendiri. Kuda-kuda yang tergambar dengan sosok manusia itu menggambarkan peperangan dan perlawanan. Di situ kuda disimbolkan sebagai hewan yang memiliki jasa dan kekuatan yang besar bagi lelaki Sumba. Lelaki Sumba sepertinya ditakdirkan menjadi penunggang kuda ulung. 

Selama berabad-abad, mereka terus mengandalkan keuletan hewan berkaki empat sebagai sahabat perjalanan untuk menempuh medan-medan berat berbatu. Pada saat yang sama, perempuan Sumba dilahirkan untuk mejaga pradaban melalui benang-benang bermotif, tenun. Perempuan sumba menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menenun kain dengan memintal benang kapas (pahudur) dan meramu warna dari bahan-bahan alam. 

Editor : Stefanus Dile Payong

Follow Berita iNews Belu di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut