Presiden Ke 7 Joko Widodo Diduga Terkena Sindrom Stevens Johnson: Penyakit Kulit Langka 

Diana Rafikasari, Evan Payong
Sindrom Stevens Johnson menggegerkan publik setelah mantan Presiden Joko Widodo diduga menunjukkan ciri khas penyakit langka ini. (Foto: MPI )

JAKARTA, iNewsBelu.id - Presiden Joko Widodo diduga terkena  Sindrom Stevens Johnson penyakit yang langkah.  Meski belum terkonfirmasi resmi, perubahan dramatis pada kulit wajahnya membuat warganet bertanya-tanya soal bahaya Sindrom Stevens Johnson.

Gangguan kulit berujung fatal ini bisa merusak jaringan luar hingga organ dalam, menjadikannya momok menakutkan bagi siapa pun. Sebenarnya apa Sindrom Stevens Johnson? 

Dilansir dari Web MD, Kamis (5/6/2025), Sindrom Stevens Johnson adalah reaksi ekstrem tubuh, biasanya dipicu obat tertentu atau infeksi, yang menyebabkan kulit melepuh lalu mengelupas. Pada fase awal, penderita demam, batuk, dan nyeri otot sebelum lepuhan menyebar ke mulut, mata, dan saluran kemih. Jika tidak segera ditangani medis, risiko kerusakan permanen dan kematian meningkat drastis.

Perbedaan dengan Toxic Epidermal Necrolysis

Dokter kerap membandingkan Sindrom Stevens Johnson dengan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) karena gejalanya serupa. Perbedaannya terletak pada luas area kulit terkelupas: SJS di bawah 10 persen, sedangkan TEN bisa melampaui 30 %. Akibatnya, mortalitas TEN menyentuh 25 persen, sedangkan SJS berkisar 1-5 persen.

Gejala yang Wajib Diwaspadai:

– Demam mendadak di atas 38 °C. 

– Lepuh menyakitkan di kulit dan selaput lendir 

– Mata merah dan berair hingga sukar menatap cahaya 

– Kesulitan menelan karena luka di tenggorokan 

– Buang air kecil perih akibat inflamasi saluran kemih

Komplikasi Jangka Panjang

Walau kulit biasanya mulai pulih dalam dua hingga tiga minggu, efek residual kerap membayangi penderita. Kulit dapat menjadi kering, gatal, bahkan kehilangan pigmen alami. Beberapa pasien melaporkan rambut rontok, kuku tumbuh abnormal, hingga kelainan paru seperti PPOK.

Faktor Genetik dan Populasi Berisiko

Studi terkini menunjukkan varian gen HLA-B*1502 pada populasi Asia Tenggara meningkatkan kerentanan terhadap Sindrom Stevens Johnson ketika terpapar carbamazepine. Tes genetik sederhana bisa menekan risiko sebelum terapi obat dimulai. Sebab itu, dokter menyarankan skrining terlebih dulu pada pasien epilepsi atau gangguan saraf lain.

Langkah Cepat Penanganan

Pertolongan pertama adalah menghentikan obat pemicu dan merawat pasien di unit luka bakar atau ICU khusus kulit. Terapi cairan, pengendali nyeri, serta kortikosteroid dosis terkendali sering diberikan demi menekan inflamasi. Setelah pulang, pasien wajib memakai gelang medis agar tenaga kesehatan tak keliru meresepkan obat pencetus di masa depan. 

Pencegahan agar Tak Terulang

Menghindari obat penyebab, menjaga kebersihan kulit, dan rutin konsultasi dokter adalah kunci utama. Bagi masyarakat umum, mengenali gejala dini dan tidak sembarang mengonsumsi antibiotik sangat krusial. Apalagi, Sindrom Stevens Johnson bisa berkembang cepat hanya dalam hitungan jam.

Editor : Stefanus Dile Payong

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network