Kritik Kemunduran Demokrasi Era Jokowi, Bawa Obor Aktivis Reformasi 98 Jalan Mundur ke Istana Negara
Selain terjadi kemunduran demokrasi, dua lembaga tinggi negara yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terang-terangan melakukan pelamggaran etik. Di mana secara pararel dalam konteks kasus sama, yakni menyangkut persyaratan dan pendaftaran capres/cawapres 2024. "Kedua lembaga tinggi negara ini telah mencederai, juga mengkhianati proses pelembagaan demokrasi yang susah payah diperjuangkan sejak era gerakan Reformasi 1998," ujarnya.
"Nilai-nilai etika moral yang menjadi sumber rujukan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diingkari," katanya. Pemicunya, semua karena adanya upaya pelanggengan kekuasaan dinasti politik keluarga Jokowi. Karena relasi kuasa ini pula yang menurut para aktivis '98, pada gilirannya mengancam kehidupan demokrasi Indonesia dan memunculkan tirani politik mencengkeram.
Oleh karenanya, aktivis reformasi 98 mengajak semua pihak untuk memanfaatkan momentum Pemilu nanti untuk memberikan satu pelajaran kepada siapapun yang sekarang ini menodai demokrasi dan mencederai semangat reformasi 98. "Kami mengajak semua ppihak untuk kembali kepada semangat reformasi 98," katanya.
Titok melanjutkan, reformasi '98 bukan sekadar soal melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan, melainkan juga membangun suatu nilai baru yang lebih menghargai kebebasan, memberikan ruang lebih demokratis kepada masyarakat. Dia mengajak masyatakat untuk mewujudkan pemilu berasaskan luber jurdil, tanpa indikasi keberpihakan pemerintah kepada kontestan. Karena saat ini pemerintahan yang berkuasa dengan terang-terangan berpihak pada salah satu pasangan yang berkontestasi.
"Jelas sekali bahwa pemerintahan yang sekarang berkuasa, dia sedang berpihak. Itu harus diingatkan," ujar Titok. Titok pribadi merasa kecewa dengan para aktivis masa Orde Baru macam Budiman Sudjatmiko atau Andi Arief yang kini dianggapnya malah memilih berada di barisan pendukung politik dinasti. Budiman sudah melupakan sejarah hanya demi kepentingan kekuasaan.
Menurutnya, melihat politik itu di dalamnya tidak semata-mata kekuasaan, tidak semata-mata ekonomi. Politik itu juga ada satu value yang diperjuangkan sehingga beberapa alumni aktivis reformasi 98 yang melihat keputusan Budiman cs tentu kecewa.
"Saya sebenarnya kecewa dengan sikap teman-teman yang sekarang ini bergabung ke pasangan 02," katanya. Gelombang kritik civitas academica berbagai perguruan tinggi, kata Titok, seharusnya cukup untuk membuka mata semua kalangan, termasuk Budiman cs dan parpol akan adanya ketidakberesan dalam berdemokrasi di negara ini.
Istana sudah tak bisa lagi berpura-pura tuli, atau bahkan lebih kejamnya lagi melabeli gerakan akademisi sebagai suatu bentuk penggiringan opini.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait