BAMAKO, iNewsBelu.id – Bentrokan mematikan terjadi antara militer Mali dan kelompok pemberontak Tuareg di utara negara itu, Selasa (12/9/2023). Puluhan orang dilaporkan tewas. Reuters melansir, sebuah aliansi yang disebut Koordinasi Gerakan Azawad (CMA) telah memerangi militer Mali sejak bulan lalu.
Sebagian pemberontakan itu dipicu oleh kepergian misi penjaga perdamaian PBB yang selama bertahun-tahun telah membantu menengahi perdamaian di kawasan itu.
Akan tetapi, bentrokan tampaknya semakin intensif setelah kedua belah pihak berusaha menguasai wilayah yang baru-baru ini dikosongkan oleh PBB. Salah satunya adalah, daerah Bourem yang hanya berjarak 90 km sebelah utara Kota Gao yang strategis. Angkatan Bersenjata Mali menyatakan, 10 tentaranya gugur pada Selasa saat memukul mundur serangan di dekat Bourem. Militer negara itu juga menyebutkan bahwa 46 orang di pihak musuh tewas dalam operasi tersebut.
Juru Bicara CMA, Mohamed Elmaouloud Ramadane, sebelumnya mengatakan bahwa ada korban jiwa akibat pertempuran CMA untuk merebut kamp militer di Bourem. Namun, dia tidak menyebutkan jumlah korban jiwa.
“Saya mengonfirmasikan bahwa CMA mengambil alih kamp tersebut sekitar pukul 10 pagi setelah terjadi pertempuran yang sangat sengit,” katanya.
Dia kemudian mengatakan, CMA memutuskan untuk mundur dan tentara Mali menguasai Kota Bourem. Strategi CMA sebelumnya adalah menyerang kamp-kamp militer untuk mengambil senjata, kendaraan dan amunisi, meski Ramadane tidak mengatakan apakah itu semua benar-benar terjadi.
Sementara Angkatan Bersenjata Mali sama sekali tidak menyebutkan nama pangkalan militer yang direbut pemberontak, pun menyinggung nama CMA. Namun, mereka mengatakan situasi di sekitar Bourem kini terkendali. “Pemberontak yang masih hidup mundur ke utara,” kata pernyataan militer itu pada Selasa malam. CMA dibentuk oleh masyarakat Tuareg yang hidupnya semi-nomaden di utara Mali. Mereka sejak lama mengeluhkan pengabaian oleh pemerintah dan meminta hak otonomi khusus untuk wilayah gurun yang mereka sebut Azawad.
CMA menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah dan milisi pro-pemerintah pada 2015. Namun ketegangan muncul kembali sejak militer mengonsolidasikan kekuasaan dalam dua kudeta pada 2020 dan 2021.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait