JAKARTA, iNews.id - Tragedi memilukan terjadi di Timika, Papua pada 15 April 1996. 11 prajurit TNI dan lima warga sipil tewas. Seorang sniper Kopassus TNI AD bernama Letda Sanurip mengamuk, dia menembak orang-orang yang berada di sekitarnya.
Tragedi berdarah ini terjadi menjelang pembebasan 11 sandera dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Saat itu, penembak jitu alias sniper Kopassus TNI AD berusia 36 tahun, Letda (Inf) Sanurip berada di antara prajurit yang diterjunkan dalam pembebasan tersebut. Saat itu Sanurip berstatus pelatih tembak tempur.
Namun di Bandara Timika, Sanurip malah menembak secara membabi buta menggunakan senapan mesin dan menyasar orang-orang di dekat hanggar pesawat yang dioperasikan tentara. Sebanyak 16 orang tewas yaitu 11 prajurit dan lima warga sipil. Sedangkan 11 orang lainnya terluka. Kepala Pusat Penerangan ABRI saat itu, Brigjen TNI Amir Syarifudin mengisahkan saat itu Sanurip bangun dari tidurnya dan membuat suara berisik di dalam hanggar pesawat. Sanurip tak terima ditegur rekan-rekannya dan langsung memberondong mereka dengan senapan mesin.
Sanurip kemudian keluar dan menembak siapa saja yang ditemui. Dikabarkan ada sekitar 52 peluru yang dimuntahkan dari senapan mesin yang dipegang Sanurip. Dia pun mendapat tembakan balasan dari prajurit lain di lokasi. Dia terkena tembakan di bagian kaki. Sanurip segera ditangkap dan dibawa ke Jakarta untuk diperiksa.
Kasum ABRI saat itu, Letjen Soeyono memerintahkan Kopassus menyerahkan Sanurip ke Puspom. Dia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada 23 April 1997. Motif Sanurip melakukan penembakan tidak terlalu jelas hingga sekarang. Ada spekulasi Sanurip menderita gangguan jiwa yang muncul sebagai efek Malaria dan merusak sistem syaraf. Di sisi lain, Letjen Soenoyo mengungkap, Sunarip melakukan hal itu sebagai bentuk kekecewaan tak kunjung diterjunkan dalam operasi pembebasan sandera OPM.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait