Ia menambahkan nama Bandara Surabaya II yang diberikan Jepang tetap diabadikan. Pada masa pendudukan Jepang di Flores, 1942-1945, Mbay dipilih menjadi lokasi bandara baru di kawasan timur Indonesia selain Morotai di Maluku Utara. Dokumen sekutu menyebut bandara ini sesuai dengan nama sungai, yakni Sissa River Aerodrome. Dalam dokumen ini disebutkan bahwa ukuran bandara yang terbentang dari tenggara ke barat laut direncanakan seluas 7.500 ft x 350 ft atau 2.286 meter x 106,68 meter dan sudah terbangun seluas 4.000 ft x 350 ft atau 1.219,2 meter x 106,68 meter (Special Report Allied Geographical Section SWPA No.83: Soemba, Soembawa dan Flores, 6 September 1945, halaman 107). Bandara Surabaya II dinilai penting oleh Jepang sebagai bagian dari geostrategi.
Selain itu masih menurut Kasimirus, NTT adalah provinsi terluar dan terdepan dari NKRI. Sebuah bandara besar di Flores sangat dibutuhkan untuk pengamanan dan pengembangan ekonomi kawasan, sedangkan Mbay menempati posisi strategis karena letaknya persis di tengah Pulau Flores dan telah ditetapkan sebagai pusat Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mbay dari sudut kepentingan ekonomi untuk NTT.
“Flores adalah bagian dari ring of fire, pulau rawan gempa dan letusan gunung berapi. Keberadaan BS II penting untuk evakuasi korban becana dan pengiriman bala bantuan. Di saat normal, bandara ini penting untuk pergerakan barang dan manusia. Bandara Surabaya II penting bagi upaya akselerasi pembangunan di Flores," ujarnya.
Soal Kewenangan untuk mengkaji kelayakan lokasi
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait