KUPANG, iNewsBelu.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Eddy O.S. Hiariej melakukan Kumham Goes To Campus ke Universitas Nusa Cendana (Undana) di Kupang Nusa Tenggara Timur, Rabu (02/11/2022). Selain sebagai ajang menjaring aspirasi mahasiswa kunjungan yang ini juga mensosialisasikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dihadapan ratusan mahasiswa Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Eddy O.S. Hiariej menjelaskan ada tiga alasan mengapa kita membutuhkan RKUHP baru. Pertama, KUHP yang kita miliki ini dibuat tahun 1800, berarti sudah 222 tahun. Diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1918, berarti sudah 104 tahun. Dari Indonesia merdeka, sudah 77 tahun
dan RKUHP sudah diinisiasi sejak 1958 dan mulai dibahas di DPR RI sejak 1963.
KUHP lama sudah harus berubah karena dibuat pada jaman aliran klasik yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam. Sedangkan kini, orientasi hukum pidana tidak lagi pada keadilan retributif atau balas dendam, tetapi sudah berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.
"Alasan yang kedua, kita harus mempunyai KUHP yang baru untuk disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sekarang kita tidak lagi masuk pada era 4.0, tetapi 5.0 yaitu era disrupsi yang mana seluruh tatanan dunia telah berubah dan itu belum diakomodasi dalam KUHP lama,” imbuhnya.
Alasan terakhir, lanjut Eddy, RKUHP perlu disahkan untuk menjamin kepastian hukum. Saat ini, ada lebih dari satu terjemahan KUHP yang beredar di masyarakat dan aparat penegak hukum.
Namun tidak bisa dipastikan mana diantara terjemahan itu yang benar dan sah. Pasalnya, ada perbedaan yang cukup signifikan antara satu terjemahan dengan terjemahan lainnya menyangkut ancaman pidana.
"Kita harus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap kurang lebih 200 Undang-Undang sektoral di luar KUHP yang memuat berbagai ancaman pidana dengan berbagai model dan modifikasi. Ini harus disinkronisasi sehingga tidak terjadi disparitas pidana," jelasnya.
Menurut Eddy, harmonisasi merupakan satu dari 5 misi pembaruan hukum yang diusung RKUHP. Selain harmonisasi, misi lainnya yakni dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, dan modernisasi. Namun demikian, pengesahan RKUHP masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Mengingat, Indonesia merupakan negara multi etnis, multi religi, dan multi culture.
“Menyusun suatu Kitab Undang-Undang dalam masyarakat yang heterogen tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap isu pasti menimbulkan kontroversi, sehingga kita harus mencari formulasi yang tepat untuk mengakomodasi berbagai kepentingan,” paparnya.
Eddy menambahkan, RKUHP juga masih kerap dikritik akan menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta menghadapi tantangan untuk mengubah mindset aparat penegak hukum dan masyarakat.
Nilai-Nilai Keseimbangan
Kumham Goes To Campus juga menghadirkan tiga orang narasumber. Diawali Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Politik dan Keamanan, Y. Ambeg Paramarta yang membawakan materi tentang perkembangan RKUHP.
Senada dengan Wamenkumham, Ambeg mengatakan, upaya pembaruan KUHP telah dimulai sejak 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional. Pada 18 September 2019, RKUHP disepakati pada pembicaraan Tingkat I. Namun pada 26 September 2019, pembahasan RKUHP ditunda untuk menghimpun masukan masyarakat.
"Beberapa penyempurnaan terhadap draf RUU KUHP tahun 2019 dilakukan dengan reformulasi, menambahkan penjelasan dan menghapus," ujarnya.
Antaralain, lanjut Ambeg, 14 isu kontroversial, ancaman pidana, harmonisasi dengan Undang-Undang di luar KUHP, sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan, teknik penyusunan, dan perbaikan penulisan.
Selanjutnya, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto menyampaikan materi terkait keunggulan RKUHP.
Salah satu keunggulan RKUHP dibandingkan KUHP lama yaitu adanya nilai-nilai keseimbangan antara kepentingan umum/negara dan kepentingan individu, antara pelindungan terhadap pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum dan keadilan, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara nilai nasional dan universal, serta antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia.
Selain itu Anggota Tim Pembahasan dan Sosialisasi RKUHP, Albert Aries memaparkan materi tentang 14 isu krusial RKUHP. Diantaranya, living law dalam RKUHP, pidana mati, penghinaan Presiden, hingga tindak pidana perzinaan. Albert juga mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi memberikan pendapat tentang RKUHP pada aplikasi PARTISIPASIKU.
Kegiatan ini juga dihadiri Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone beserta para Pimti Pratama, Pejabat Administrator dan Pengawas, Kepala UPT di Kota Kupang, serta sejumlah ASN di lingkungan Kanwil Kemenkumham NTT.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait