JAKARTA, iNews.id - Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI Angkatan Laut menjadi salah satu korps elit yang disegani dunia. Tidak sembarang orang bisa masuk satuan khusus yang didirikan 31 Maret 1962 ini.
Dibutuhkan mental dan fisik yang sangat kuat untuk bisa masuk Kopaska. Bahkan banyak prajurit yang tidak berhasil saat menjalani ujian masuk Kopaska.
Fase latihan pertama Kopaska selama 1,5 bulan biasa disebut Hell Week atau Minggu Neraka. Latihan ini sangat menguras pikiran dan tenaga karena para siswa baik Perwira, Bintara dan Tamtama digojlok tanpa pandang pangkat.
Calon prajurit Kopaska mendapat ground training yang meliput pengenalan parasut, melipat dan memperbaiki, cara pendaratan yang benar dan latihan loncat dari menara 34 kaki. Tak hanya itu, mereka juga dilatih melompat dari atas menara dengan ketinggian 250 kaki. Setiap pekan mereka akan dilatih tiga kali terjung tanpa perlengkapan dan dua kali terjun dengan perlengkapan tempur.
Siswa juga mendapat keahlian terjun laut dengan perlengkapan khusus baik dari pesawat dan heli yang dinamai water jump.
Tahap berikutnya adalah sabotase, kontra sabotase dan intelijen tempur. Materi yang menekankan pada konsep Blue Jeans Soldier ini dilakukan selama 2 bulan sebagai materi lanjutan, serupa yang telah mereka terima pada tahap Komando. Mereka harus bisa mendata, mencari tahu berapa komposisi jumlah musuh, kapan saat lengah, demografi, menggalang simpatisan, dan waktu yang tepat untuk operasi penyerbuan atau penyergapan dengan senyap tanpa diketahui musuh.
Tahap terakhir dari pendidikan Kopaska adalah penghancuran bawah air atau Underwater Demolition Team (UDT). Inilah keahlian khusus serta ciri khas pasukan katak di seluruh dunia. Teknik menjinakkan ranjau, patroli pantai, renang rintis, penyelaman laut dalam, selam dengan Scuba Close Circuit, sabotase kapal musuh dengan torpedo berjiwa, dan penyerbuan dalam laut dipelajari di sini. Karena pendidikan ini adalah bagian akhir dari pendidikan madya brevet paska, pelatih mengadakan latihan berganda yang mencakup keseluruhan materi yang pernah diberikan.
Editor : Stefanus Dile Payong