650 Hari Perang Israel Hancurkan 833 Masjid dan 3 Gereja di Gaza

GAZA, iNewsBelu.id - Selama 650 hari agresi militer Israel di Jalur Gaza, tempat-tempat ibadah tak luput dari kehancuran. Data terbaru dari Kantor Media Pemerintah di Gaza mengungkap, sebanyak 833 masjid dan 3 gereja dihancurkan akibat serangan Israel sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Serangan ini memicu kecaman luas dari komunitas internasional dan lembaga keagamaan global, karena tempat ibadah, yang seharusnya dilindungi dalam hukum konflik bersenjata, dihancurkan secara sistematis.
Simbol Iman dan Identitas yang Dilenyapkan
Masjid di Gaza bukan sekadar tempat ibadah, tapi juga pusat aktivitas sosial, pendidikan, dan spiritual bagi masyarakat. Kehancuran ratusan masjid ini mencerminkan upaya sistematis untuk merusak identitas kultural dan agama warga Palestina.
Beberapa masjid yang dihancurkan merupakan bangunan tua bersejarah yang telah berdiri selama ratusan tahun. Kini, yang tersisa hanya puing-puing, debu, dan trauma.
Selain masjid, tiga gereja Kristen juga hancur, menandakan bahwa konflik ini berdampak luas terhadap seluruh komunitas agama di Gaza, bukan hanya umat Muslim. Teranyar, Israel menyerang satu-satunya gereja Katolik di Jalur Gaza, menewaskan tiga orang dan melukai sembilan lainnya. Komunitas internasional, termasuk Presiden AS Donald Trump, mengecam serangan tersebut.
40 Pemakaman dan Puluhan Rumah Sakit Ikut Jadi Target
Laporan yang sama juga menyebut bahwa 40 kompleks pemakaman turut menjadi sasaran, di samping 38 rumah sakit dan 96 pusat layanan kesehatan primer yang kini tak lagi berfungsi. Israel juga menghancurkan 156 sekolah secara total, dan merusak 382 sekolah lainnya.
Kantor Media Gaza bahkan menuduh militer Israel telah mencuri 2.420 jenazah dari pemakaman, dan membangun tujuh kuburan massal di halaman rumah sakit, sebuah tuduhan berat yang masih menunggu investigasi internasional.
Krisis Kemanusiaan Terburuk Abad Ini
Seiring kehancuran masif terhadap infrastruktur sipil dan keagamaan, lebih dari dua juta warga Gaza kini hidup dalam pengungsian, tanpa akses layak terhadap air, listrik, makanan, maupun tempat ibadah. Banyak dari mereka terpaksa menjalani hidup di tenda darurat, dengan risiko penyakit menular, kelaparan, dan trauma psikologis yang mendalam.
Lembaga-lembaga HAM dan tokoh-tokoh lintas agama menyerukan gencatan senjata segera, pembukaan jalur bantuan kemanusiaan, serta investigasi independen terhadap dugaan kejahatan perang. Penghancuran tempat-tempat ibadah dalam skala ini disebut sebagai “serangan terhadap warisan spiritual dan budaya umat manusia.”
Dengan lebih dari 67.000 warga Palestina tewas atau hilang, dan 88 persen wilayah Gaza hancur, perang ini bukan sekadar konflik bersenjata, tetapi juga krisis eksistensial bagi rakyat Gaza.
Editor : Stefanus Dile Payong