SANAA, iNews,id - Ghalib al-Najjar tidak tahu dari mana keluarganya akan mendapat pasokan makanan berikutnya. Ia, sang istri dan ketujuh anaknya terancam kelaparan di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok dan kurangnya bantuan kemanusiaan. Pria berusia 48 tahun itu adalah satu dari 4,2 juta lebih pengungsi yang terlunta-lunta akibat perang di Yaman.
Ia dan keluarganya tinggal di kamp Dharwan di pinggiran ibu kota Yaman, Sanaa, yang dikuasai pemberontak, setelah mereka melarikan diri dari pertempuran di daerah tempat tinggal mereka di kota Attan, yang merupakan kawasan kelas menengah, empat tahun lalu.
“Anda menanyakan berapa kali kami makan? Seperti Anda bisa lihat, pada pagi hari sebagian dari kami berpuasa dan saya berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan, jika tersedia bagi yang lain. Seperti inilah adanya, kami hidup layaknya semut di tanah atau ikan di laut. Kami memakan apa saja yang kami temukan di hadapan kami,” tuturnya.
Perang di Ukraina akan berdampak parah terhadap pasokan bantuan kemanusiaan bagi anak-anak di Yaman, kata perwakilan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) untuk Yaman, Philippe Duamelle.
“Tentu saja situasi yang amat buruk di Ukraina akan berdampak, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kemampuan kami membantu anak-anak di Yaman seiring naiknya harga gandum dan bensin di pasaran dengan cepat, pasti akan ada dampak,” ujar Duamelle.
Target permohonan PBB untuk penggalangan dana bagi Yaman pada hari Rabu (16/3) adalah $4,2 miliar untuk meringankan apa yang digambarkannya sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Konverensi virtual itu dilakukan ketika perhatian dunia terfokus pada perang di Ukraina, yang seolah melupakan krisis-krisis kemanusiaan lain yang terjadi di berbagai belahan dunia semenjak invasi Rusia 24 Februari lalu. Perkembangan baru itu meningkatkan kekhawatiran bahwa penderitaan di Yaman mungkin terlupakan.
Lebih dari selusin badan PBB dan kelompok bantuan internasional mengatakan pada hari Senin (14/3) bahwa 161.000 orang di negara yang dikoyak perang itu kemungkinan akan mengalami kelaparan selama paruh kedua tahun 2022, naik lima kali lipat dari angka saat ini.
Peringatan keras muncul dalam sebuah laporan yang disusun oleh Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu, atau IPC, menjelang konferensi penggalangan dana yang diselenggarakan PBB hari Rabu.
Laporan itu menekankan bahwa perang di Yaman merupakan penyebab utama kelaparan dan krisis itu kemungkinan akan semakin parah akibat perang di Ukraina.
Pasokan pangan di Yaman hampir seluruhnya bergantung pada impor, di mana 30 persen impor gandumnya berasal dari Ukraina, kata berbagai badan PBB
Laporan itu menggarisbawahi situasi mengerikan di negara termiskin di jarizah Arab itu, yang terjebak dalam perang saudara pada tahun 2014, ketika para pemberontak Houthi yang didukung Iran mengambil alih ibu kota Yaman, Sanaa, dan sebagian besar wilayah utara negara itu, memaksa pemerintah Yaman untuk melarikan diri ke selatan, lalu ke Arab Saudi.
Bulan lalu, kepala Program Pangan Dunia (WFP), David Beasley, memperingatkan bahwa sekitar 13 juta orang terancam kelaparan akibat konflik yang berkepanjangan dan kurangnya dana.
Beasley dan aktris Hollywood Angelina Jolie, yang merupakan utusan khusus PBB untuk masalah pengungsi, secara terpisah mengunjungi Yaman dalam dua minggu terakhir untuk menarik perhatian dunia pada krisis kemanusiaan di sana menjelang konferensi penggalangan dana.
Setidaknya 17,4 juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan. Angka itu akan meningkat hingga 19 juta pada akhir tahun ini, berdasarkan penilaian terbaru PBB.
Angka itu termasuk 2,2 juta anak yang menderita malnutrisi akut akibat konflik, guncangan ekonomi dan kurangnya bantun kemanusiaan.
Kembali, Philippe Duamelle dari UNICEF Yaman. “Di Yaman, berbagai laporan menyebutkan bahwa 2,2 juta anak balita akan atau bahkan sudah mengalami malnutrisi akut, termasuk setengah juta di antaranya yang menderita malnutrisi akut parah yang mengancam jiwa dan harus segera diatasi. Ada lebih dari setengah juta anak yang membutuhkan makanan terapeutik, membutuhkan bantuan terapi sekarang karena nyawa mereka terancam,” tukasnya.
WFP telah mengurangi jatah makanan untuk delapan juta orang Desember lalu.
Editor : Stefanus Dile Payong