JAKARTA, iNewsBelu.id - Polri melakukan uji pendeteksi kebohongan atau lie detector ke para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Pemeriksaan lie detector atau poligraf ini dilakukan tim Puslabfor ke Ferdy Sambo Cs bertujuan menambah alat bukti yang sudah dikumpulkan oleh tim penyidik. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Puslabfor Polri saat ini menggunakan poligraf limestones dan lafayette. Dua alat poligraf tersebut sudah diakui oleh American Polygraph Assosciation (APA).
"Instrumen poligraf mulai digunakan di Labfor dari tahun 1985 (lafayette tipe analog). Sejak tahun 2000-an sudah menggunakan poligraf tipe digital sampai saat ini, dimana poligraf digital dikembangkan karena lebih responsif dari alat analog sebelumnya," kata Dedi kepada awak media, Jakarta, Kamis (8/9/2022). Dedi menuturkan, dalam pemeriksaan lie detector, APA mensyaratkan minimal ada tiga sensor instrumen poligraf yakni Pneumograph yaitu merekam pola pernapasan (dada dan perut), Galvanometer yaitu merekam respon tahanan/konduktansi kulit dan Cardiograph yaitu merekam perubahan pola cardio vascular/tekanan darah/jantung.
Adapun tahapan pemeriksaan yaitu awalnya melakukan interview atau pre test selama 2-3 jam. Yaitu memberikan pemahaman tentang cara kerja alat poligraf, menggali riwayat sosial, riwayat kesehatan untuk memastikan kesiapan terperiksa dalam pemeriksaan. "Tahapan ini juga bertujuan untuk mencapai rapport (membangun chemistry antara pemeriksa dan terperiksa)," ujar Dedi.
Selanjutnya pemasangan alat/test waktu 1 sampai 2 jam. Terperiksa dipasang sensor-sensor poligraf kemudian dilakukan tes awal untuk membiasakan terperiksa rileks dengan alat yang terpasang. Hal ini untuk mengetahui pola reaksi tubuh terperiksa ketika jujur maupun ketika berbohong dan untuk melihat kesiapan terperiksa secara mental dan fisik.
"Kemudian baru diperiksa dengan diberikan serangkaian pertanyaan terstruktur (pertanyaan netral, control, relevant, SR, Symptomatic), 1 grafik/chart terdiri atas 10-12 pertanyaan, grafik/chart diambil 3-5 kali untuk metoda terverifikasi oleh APA," ucap Dedi.
Tahapan selanjutnya yakni evaluasi hasil pemeriksaan dengan menganalisa hasil pemeriksaan, plus pembuatan BAP hasil pemeriksaan. Tahapan ini memakan waktu 2-3 hari kerja. "Untuk hasil poligraf ada tiga bentuk kesimpulan yakni DI (Deception Indicated/berbohong), NDI (No Deception Indicated/Jujur) dan No Opinion (tidak dapat dianalisa)," tutur Dedi.
Dedi pun mencontohkan beberapa kasus yang menggunakan metode poligraf yaitu kasus pembakaran seorang perawat RSCM di Jakarta Pusat dengan tersangka pacarnya seorang pria Pegawai pemkab Bekasi) tahun 2022, kasus pembunuhan terkait perebutan harta waris di Batu, Jatim tahun 2021 dan kasus pencabulan anak Batita di Kalimantan Barat tahun 2021. Adapun pemeriksaan lie detector dilakukan oleh pihak/instansi lain, dan dipastikan bukan metode poligraf yang dilakukan karena banyak metode lie detector yang berkembang (seperti gestur, wajah, intonasi suara, media tulisan dll), namun yang dapat dipertanggung jawabkan secara scientific dan internasional (didukung ASTM dan standar APA) adalah metode poligraf yang kita gunakan saat ini.
"Dimana dari APA menjelaskan keakuratan mendekati 93 persen jika pemeriksa melakukan pelatihan sesuai standar APA. Dan syarat ini telah memenuhi persyaratan alat bukti di pengadilan (pro justitia)," tutup Dedi.
Editor : Stefanus Dile Payong