JAKARTA - Pernah dicurangi saat masuk tentara tidak membuat prajurit TNI ini marah dan berkecil hati. Dengan kerja keras, dia berhasil mengukir prestasi. Karier militernya pun moncer hingga menembus jenderal bintang empat dan menduduki jabatan penting sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Tidak hanya mampu menduduki jabatan-jabatan strategis, pria kelahiran Kampung Bali, Tebet, Matraman, Jakarta Selatan pada 25 September 1956 ini juga cemerlang di bidang akademik. Terbukti, sejumlah gelar bergengsi sebagai lulusan terbaik disandangnya tiga kali berturut-turut (hattrick). Di antaranya, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil), Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) sekaligus Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI. Prajurit TNI cerdas tersebut tak lain adalah Jenderal TNI (Purn) Budiman. Kecerdasan anak kedua dari pasangan Sadeli Sunyoto yang bekerja sebagai guru dan Titin Sumartini memang sudah terlihat sejak remaja. Meski jarang belajar namun prestasi teman seangkatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar saat di SMP dan SMA tidak diragukan lagi. Lulus dari SMP, anak kedua dari sembilan bersaudara ini berhasil masuk SMA Negeri 8.
Sekolah yang berada di Bukit Duri, Jakarta Selatan ini merupakan sekolah favorit dan unggulan di DKI Jakarta hingga saat ini. Selama tiga tahun mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, prestasi Budiman sangat membanggakan karena selalu menjadi juara. Bahkan saat kelulusan, nilai rata-rata yang diraihnya di jurusan Ilmu Pasti dan Pengatahuan Alam (Paspal) mencapai delapan. Bahkan, untuk mata pelajaran Matematika, Kimia, dan Biologi, nilainya di atas delapan. Sebuah raihan yang bisa disebut excellent. Selepas dari SMA, Budiman memutuskan untuk masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) yang kini bernama Akmil. Keputusan tersebut diambil lantaran Budiman ingin meringankan beban orang tuanya. Kekagumannya terhadap sosok Presiden Soekarno juga menjadi pemicu Budiman terjun ke dunia militer.
Budiman kemudian melengkapi persyaratan administrasi untuk mendaftar AKABRI di Kodam Jaya. Saat mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Budiman sempat diremehkan oleh petugas. Hal itu lantaran Budiman berasal dari keluarga sederhana dan tidak memiliki keluarga dengan latar belakang perwira tinggi militer. Meski begitu, Budiman tidak putus asa.
Setelah melewati berbagai tahapan tes yang ketat seperti aspek administrasi, kesehatan, jasmani, mental ideologi dan psikologi, Budiman akhirnya dinyatakan lulus. Selanjutnya Budiman dikirim untuk mengikuti pendidikan AKABRI di Magelang, Jawa Tengah sebagai Calon Prajurit Taruna (Capratar). Pendidikan keras dan disiplin tinggi harus dijalani Budiman selama mengikuti pendidikan di Lembah Tidar. Tidak jarang Budiman harus menerima hukuman dari pelatih karena berbuat kesalahan. Bahkan, orang tua Budiman sampai harus puasa “mutih” (puasa hanya makan nasi dan garam serta minum air putih) selama 40 hari agar anaknya tak lagi dihajar palatih. ”Benar memang, sejak orang tua saya puasa mutih, saya tidak pernah disentuh oleh pelatih,” kenang Budiman dalam buku biografinya berjudul “Jenderal Budiman, Kasad Peduli Kesejahteraan Prajurit” yang diterbitkan Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat (AD) dikutip SINDOnews, Senin (8/8/2022). Setelah empat tahun digembleng di kawah Candradimuka Akmil, tepatnya pada 21 Desember 1978 Budiman bersama dengan 219 Tarunan lulusan AKABRI (AD, AL, AU dan Polri) dilantik Presiden Soeharto. Dalam Upacara Prasetya Perwira (Praspa) dan Sumpah Perwira, Budiman dinobatkan sebagai lulusan terbaik dan meraih dua lencana penghargaan sebagai Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama. ”Budiman itu, tidak belajar saja bisa jadi perwira hebat. Apalagi kalau belajar,” kata Letjen TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo. Permintaan Maat dari Senior Telah Berlaku Curang Predikat lulusan terbaik Budiman bukan tanpa alasan, sebab sejak Tingkat I hingga IV dia selalu mendapat nilai tinggi, prestasi yang bagus dan kondite yang baik. Meski menyandang lulusan terbaik, namun jalan hidup Budiman tidak semulus harapannya. Sebab, pada saat dilantik menjadi Perwira Remaja, Corps Budiman adalah Zeni (Czi). Padahal hasil tes psikologinya adalah infanteri. ”Saat ditingkat IV dengan pangkat Sersan Mayor Taruna (Sermatar), saya bolak balik keluar masuk kelas dari infanteri, zeni, kembali ke infanteri. Kemudian akhirnya dilantik sebagai Perwira Muda Kecabangan Zeni,” ucapnya. Meski dilantik sebagai Perwira Muda Kecabangan Zeni, hal itu tidak membuat Budiman berkecil hati. Tugas awalnya sebagai Komandan Peleton Yonzipur-3 Kodam III/Siliwangi dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Bahkan, suami dari Wanti Mirzanti ini sempat diremehkan oleh anggotanya karena dianggap masih muda. Namun, seiring berjalannya waktu, Budiman berhasil membuktikan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin. Tidak lama menjabat Danton, Budiman diangkat menjadi Pasiops yang bertugas membuat Program Latihan Zeni (Proglatzi). Selanjutnya Budiman diangkat menjadi Danki A Yonzipur-3 Kodam III/Siliwangi dan berhasil menjadi Kompi terbaik. Berkat prestasinya tersebut, Budiman dipindahkan tugas menjadi Kepala Zeni (Kazi) Kopassus. Penugasannya di Korps Baret Merah tidak berlangsung lama, karena Budiman harus bertugas ke Somalia. Budiman kemudian mengikuti Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Zeni di Amerika Serikat pada 1990. Prestasinya cukup gemilang, Budiman meraih juara dua dan hanya kalah dari tentara Israel yang berhasil meraih juara satu. Selesai sekolah, Budiman menduduki jabatan sebagai Komandan Batalyon (Danyon) Zeni Tempur (Zipur) 10 Kostrad yang berkualifikasi para (Lintas Udara).
Saat menjabat sebagai Danpusdikzi itulah, Budiman mendapat jawaban atas misteri yang selama ini dicarinya. Saat itu, salah seorang senior datang dan meminta maaf. ”Pada saat menjabat Danpusdikzi dengan pangkat Kolonel, seorang pernah menyampaikan permohonan maaf kepada saya. Beliau mengakui bahwa sebetulnya Budiman bukanlah Corps Infanteri. Namun karena kecurangannya akhirnya diberikan Corps Zeni,” kata Budiman. Tujuan senior tersebut memberikan Letnan Dua (Letda) Budiman Corps Zeni semata-mata agar Zeni memiliki Perwira Muda sehebat, secerdas dan sebaik Budiman. Senior tersebut berharap agar keberadaan Budiman dalam Corps Zeni dapat membantu dirinya. Seiring perjalanan waktu, karier militer Budiman terus melejit. Dia kemudian dipercaya menjadi Danrem 061/Surya Kancana Kodam III Siliwangi. Baru beberapa tahun menjabat Danrem, Budiman diangkat menjadi Direktur Kebijakan Strategis (Dirjakstra) Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Ditjen Strahan) Kementerian Pertahanan dengan pangkat Brigjen TNI. Pada 2008, bintang emas di pundaknya bertambah setelah diangkat menjadi Persira Staf Ahli Tk III Bidang Polkamnas Panglima TNI. Di tahun yang sama, Budiman dilantik menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres). Setelah dua tahun menjabat Sesmilpres, Budiman dimutasikan menjadi Pangdam IV/Diponegoro. Baru lima bulan menjabat Pangdam IV/Diponegoro, Budiman diangkat menjadi Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan (Dankodiklat) TNI AD. Dengan jabatan barunya tersebut, pangkatnya naik menjadi Letjen TNI. Karier militernya terus menanjak, Budiman kemudian diangkat menjadji Wakasad ke 25 dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan. Puncaknya, Budiman diangkat menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat setelah diangkat menjadi KSAD ke-29 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Editor : Stefanus Dile Payong