JAKARTA, iNews.id - Ketua DPW Partai Perindo, Yusuf Lakaseng, mengatakan kuota BBM bersubsidi bakal habis sebelum waktunya. Pasalnya, penggunaan BBM bersubsidi sering tidak tepat sasaran, antara lain disedot oleh orang kaya. Terkait dengan itu, Yusuf meminta pemerintah segera mengatur penyaluran BBM bersubsidi kepada masyarakat yang berhak menerima, khususnya untuk solar dan pertalite.
Yusuf menjelaskan, kuota BBM bersubsidi bakal lebih cepat habis ketika terjadi disparitas harga antara BBM bersubsidi dan non bersubsidi. Saat ini, kuota solar tinggal 6,6 juta barel, sedangkan pertalite 8,8 juta barel. "Ini diperkirakan bakal habis di September 2022. Ini terjadi karena ada disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi, jadi ada migrasi pengguna BBM non subsidi ke yang bersubsidi, kebanyakan kelas menengah manja beralih ke pertalite," ujar Yusuf dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (6/8/2022).
Dia mengungkapkan, saat ini ada fenomena yang terjadi adalah masyarakat berpenghasilan menengah atas, yang memiliki kendaraan mewah masih menggunakan bahan bakar bersubsidi. "Ada masyarakat mobilnya mewah, memang mereka membeli BBM non subsidi, seperti Pertamax turbo, tapi itu nanti dicampur juga dengan membeli BBM bersubsidi," kata Yusuf.
Jika hal yang demikian terus terjadi, maka ancaman yang datang adalah kelangkaan BBM bersubsidi. Lemahnya pengaturan tersebut yang menurut Yusuf bakal menguras cadangan BBM subsidi, yang seharusnya bisa didapatkan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. "Pertamina harus mengataasi kebocoran seperti ini, karena menurut saya kelangkaan itu tidak bisa tejadi, itu dampaknya bukan hanya ekonomi, tapi sosial maupun politik," ungkap Yusuf. Menurut dia, penyaluran BBM bersubsidi menggunakan myPertamina ini kurang efektif, karena masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh orang seharusnya tidak mendapatkan BBM bersubsidi memanfaatkannya. Namun perlu mengembalikan BBM ke harga psikologisnya. "Tahun depan pemerintah sudah harus memulai mempersiapkan psikologis masyarakat, bila perlu pertalite dihapus, karena daripada kepahitannya berulang," tutur Yusuf.
Editor : Stefanus Dile Payong