SENTANI, iNews.id - Pembangunan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua masih menimbulkan perdebatan, ada yang setujuh dan tidak sedikit juga yang menolak. Namun demikian, pemekaran wilayah itu dinilai akan membawa masa depan papua lebih baik.
Diktehui, tiga Rancangan Undang-undang (RUU) DOB di Papua menjadi RUU inisiatif DPR, yaitu RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah pada 12 April 2022 lalu disambut baik pihak gereja.
Salah satunya datang dari Ketua Sinode Gereja Kristen Nazarene (GKN) sekaligus Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) Kabupaten Jayapura, Pendeta George Sorontou, M. Th. Pendeta George Sorontou menjelaskan, dengan lahirnya tiga RUU DOB di Papua tersebut, maka dengan sendirinya membawa manfaat dan urgensi bagi masa depan Papua menjadi lebih baik, terutama di tujuh wilayah adat yang ada di Papua, yakni Tabi/Mamta, Saereri, Mee Pago, La Pago dan Animha.
“Wilayah adat Tabi Saereri biarkan orang Tabi Saereri memimpin dirinya sendiri. Di wilayah adat Mee Pago dan La Pago biarkan orang Mee Pago dan La Pago memimpin dirinya sendiri. Demikian pula wilayah adat Animha biarkanlah orang Animha yang memimpin dirinya sendiri dan seterusnya,” beber Sorontou, Kamis (21/4/2022).
Dikatakannya, dengan lahirnya tiga RUU DOB di Papua juga menguntungkan, karena akan muncul banyak regulasi keuangan, yang turun ke orang-orang Papua itu sendiri.
Namun demikian, ujar dia, persoalannya hari ini adalah bagaimana orang Papua menyikapi berkat - berkat yang Tuhan berikan kepada masyarakat Papua. "Semoga dengan dieksekusinya DOB di Papua ini melahirkan Peraturan Pelaksana (PP), yang memback-up, sehingga tak terjadi kecolongan-kecolongan, seperti pada 25 tahun lalu, yang menyebabkan timbul kecurigaan dan konflik dimana-mana seakan-akan orang Papua tak perna menerima dana Otsus," terangnya.
Padahal, tuturnya, sebenarnya dana Otsus yang dialokasikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah lebih dari mencukupi sejak Otsus lahir pada tahun 2002 silam.
“Kalau saya lihat Menteri Keuangan bicara itu kita malu sekali dengan uang yang banyak, tapi orang Papua sampai hari ini tinggal begini terus,” ketusnya.
Menurutnya, dengan satu provinsi saja (dana Otsus) bisa menghidupkan puluhan kabupaten/kota yang ada di Papua ini, pun nanti jika DOB sudah terbentuk.
“Bagaimana kalau besok dia mekar jadi empat, dimana tiga sudah dimekarkan tambah satu induk ini menjadi empat. Artinya satu provinsi akan mengelola kurang lebih 10 kabupaten,” katanya.
Pendeta ini pun tak henti-hentinya berdoa, menggumuli dan mendorong umat, agar senantiasa mensyukuri berkat berkat Tuhan yang dikirim melalui pemerintah pusat, sehingga benar-benar dimaknai, supaya orang Papua bisa jadi tuan di atas negerinya sendiri. Pendeta George Sorontouw pun mengusulkan agar dana Otsus Jilid 2 disalurkan langsung kepada setiap Orang Asli Papua (OAP).
“Saya lebih setuju, jika dana Otsus dikasih per kepala OAP, supaya mereka bisa mengerti Otsus seperti ini. Inilah keberpihakan pemerintah pusat kepada OAP,” ungkapnya.
Diketahui, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua, dalam Rapat Paripurna, 17 Juli 2021.
Pendeta George Sorontouw menjelaskan, pihaknya setuju pelaksanaan Otsus Jilid 2, tapi pemerintah pusat sebaiknya mengubah sistem penyaluran dana Otsus, yang pada Otsus Jilid 1 dikelola pemerintah daerah, maka pada pelaksanaan Otsus jilid 2 disalurkan langsung kepada setiap individu OAP.
"Total dana Otsus setiap tahun berapa, dikalikan jumlah penduduk OAP lalu berapa hak mereka," terangnya.
"Jika dana Otsus itu dia cuma turun di pemerintah mungkin mereka bisa atur yang lebih sistematis. Apakah akan turun per keluarga, per kepala atau mulai dari kampung. Jadi orang tak lagi bilang latihan lain main lain,” pungkasnya.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Gereja Jayapura (PGGJ) Kabupaten Jayapura ini mengutarakan penyaluran dana Otsus bukan hanya tanggungjawab pemerintah daerah, tapi juga tanggungjawab pemerintah pusat.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait