"Reformasi regulasi di bidang perlindungan HAM harus dipastikan berjalan nyata, agar masyarakat memiliki kepastian hukum ketika menyuarakan kritik dan pandangan yang berbeda terhadap kebijakan pembangunan," tegas Andreas.
Pimpinan komisi DPR yang membidangi urusan hak asasi manusia (HAM) itu juga mengingatkan bahwa negara berkewajiban melindungi setiap warga. Hal ini, kata Andreas, termasuk bagi aktivis lingkungan agar terbebas dari segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi.
"Tragedi ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati harus selaras dengan penghormatan terhadap HAM, keterbukaan regulasi, dan perlindungan terhadap setiap warga negara yang memperjuangkan masa depan lingkungan dan kemanusiaan," pungkasnya.
Seperti diberitakan, seorang aktivis yang aktif dalam gerakan penolakan proyek geotermal di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Vian Ruma (30), ditemukan meninggal dengan posisi tergantung di dalam sebuah pondok tengah kebun yang berada di Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, pada Jumat (5/9).
Di lokasi kejadian, ditemukan sepeda motor miliknya yang diparkir di luar pondok serta telepon genggam yang tergeletak tak jauh dari posisi korban. Di lokasi itu juga ditemukan bercak darah yang semakin menguatkan keyakinan keluarga bahwa korban diduga mengalami kekerasan.
Usai ditemukan, korban langsung dimakamkan di kampung halamannya di Desa Ngera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Sabtu (6/9/2025).
Namun, pihak keluarga meminta polisi menyelidiki kematian Vian lantaran dinilai ada kejanggalan. Misalnya, tali yang terlilit di leher korban adalah tali sepatu, serta posisi kaki korban yang menyentuh lantai. Pihak keluarga menilai, dalam kondisi itu, korban tidak mungkin meninggal jika tidak ada kekerasan sebelumnya.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait