JAKARTA, iNews.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menerima keluhan dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang menempuh pendidikan kedokteran di Rusia. Yasonna mengungkapkan seorang WNI itu mengeluh karena kesulitan mendapat izin praktik dokter di negaranya sendiri.
"Ada orang Indonesia yang studi kedokteran di Rusia tapi susah praktik di Indonesia. Ini yang harus dipermudah prosesnya, karena Indonesia membutuhkan banyak dokter. Prosesnya dipermudah, jangan berbelit-belit, apalagi dipersulit," ujar Yasonna melalui keterangan resminya, Sabtu (2/4/2022).
Menurutnya, salah satu penyebab para WNI yang menempuh pendidikan kedokteran di luar negeri kesulitan untuk membuka praktik di Indonesia karena aturan yang berbelit. Maka itu, Yasonna mendorong agar Undang-Undang tentang Kedokteran direvisi.
Dia juga mengungkapkan alasan lainnya mendesak Undang-Undang Kedokteran untuk segera direvisi yakni, karena Indonesia kehilangan devisa triliunan rupiah setiap tahunnya. Pemerintah mendata ada sekitar dua juta masyarakat yang berobat ke luar negeri setiap tahunnya.
Padahal, masyarakat Indonesia bisa berobat di dalam negeri jika dokter dan aturan penunjangnya diperbaiki. Oleh karenanya, kata Yasonna, revisi UU tentang kedokteran diperlukan untuk penguatan sistem kedokteran agar lebih baik dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. "Saat pelayanan semakin baik, maka masyarakat tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk berobat," imbuhnya.
Dia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat serius menyiapkan generasi emas menyongsong 100 tahun Indonesia pada 2045. Salah satu upayanya adalah dengan mengajak anak-anak Indonesia yang berprestasi di segala bidang, di antaranya kedokteran, untuk kembali ke Tanah Air dan mengamalkan ilmunya. Para WNI yang menempuh studi kedokteran di luar negeri harus melakukan penyetaraan ijazah serta mengikuti prosedur Konsil Kedokteran Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Rata-rata, memerlukan waktu satu hingga dua tahun untuk menuntaskan semua prosedurnya, dan pastinya membutuhkan biaya.
"Tapi bagaimana mereka mau mengabdi di Indonesia, jika prosesnya dipersulit. Kerangka berpikirnya seharusnya adalah bagaimana menjaga akses layanan kedokteran yang mudah dan murah untuk masyarakat. Indonesia membutuhkan banyak dokter dan masyarakat perlu layanan yang mudah dan murah," ujarnya.
Izin praktik kedokteran di Indonesia sendiri terdiri dari Surat Tanda Registrasi (STR) serta Surat Izin Praktik (SIP). Hal itu diatur dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran (UU 29 tahun 2004). Untuk mendapatkan STR, seorang dokter harus memiliki sertifikat kompetensi yang menjadi kewenangan organisasi profesi, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sedangkan untuk mendapatkan SIP, seorang dokter harus memiliki rekomendasi organisasi profesi dari IDI, dan harus diperpanjang setiap lima tahun. Apabila seorang dokter tidak menjadi anggota IDI atau dicabut keanggotaannya dari IDI, maka dokter tersebut bakal kesulitan mendapat rekomendasi untuk persyaratan mendapatkan izin praktik (SIP).
"Jangan sampai ada dokter yang bagus pelayanannya, dan sudah melayani masyarakat secara luas, tapi kesulitan praktik karena terganjal aturan atau dipersulit. Jangan sampai keputusan kemanusiaan berpihak pada industri, kedokteran harus mengutamakan kemanusiaan, bukan bisnis," pungkasnya.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait