KIEV, iNews.id - Warga sipil yang terperangkap di Mariupol Ukraina telah melalui dua hari seperti di "neraka", kata seorang pejabat setempat pada Jumat (11/3/2022), mengklaim serangan Rusia terjadi setiap 30 menit telah menggagalkan upaya evakuasi dari kota pelabuhan yang terkepung.
Sekitar 400.000 orang tetap berada di Mariupol, di mana Walikota Vadym Boychenko mengatakan pasukan Rusia terus secara sinis, kejam, dan dengan sengaja menyerang gedung-gedung apartemen. “Setiap 30 menit, pesawat tiba di atas kota Mariupol dan bekerja di daerah pemukiman, membunuh warga sipil – orang tua, wanita, anak-anak,” katanya dalam sebuah postingan online.
“Apakah ini kehebatan tentara Rusia hari ini?” tanyanya seperti dikutip dari Al Jazeera.
Para pejabat mengatakan di tengah penembakan itu, tidak ada satu pun warga sipil yang dapat meninggalkan Mariupol pada hari Kamis.
"Rusia ingin menghapus orang-orang kami. Mereka ingin menghentikan evakuasi apa pun,” kata penasihat Wali Kota, Petro Andrushenko.
Menurut pejabat Ukraina, pengepungan kota itu selama 10 hari telah mengakibatkan 1.300 orang tewas. Kota ini secara strategis penting karena menguasainya akan memungkinkan Rusia untuk menghubungkan kantong-kantong pro-Moskow di timur dan Crimea yang dicaplok Rusia di selatan. Serangan Rusia juga telah menggagalkan upaya baru untuk mengirim makanan, air dan obat-obatan ke kota, menurut Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang mengatakan pasukan Rusia memulai serangan tank di koridor kemanusiaan ke kota itu pada hari Kamis waktu setemp
“Penjajah melancarkan serangan tank tepat di tempat koridor ini seharusnya berada”, kata Zelenskyy dalam pidato yang disiarkan televisi. “Mereka memiliki perintah yang jelas untuk menyandera Mariupol, untuk mengejeknya, untuk terus-menerus mengebom dan membomnya,” sambungnya.
“Ini benar-benar teror … dari teroris berpengalaman,” dia menambahkan. Tidak ada komentar langsung dari Moskow. Menurut kantor berita The Associated Press pengepungan telah membuat warga sipil di Mariupol, di mana suhu pada siang hari berada tepat di atas titik beku, mencari makanan dan bahan bakar. Pengepungan juga memutus pemanas ruangan dan layanan telepon, serta listrik di banyak daerah.
Masih menurut AP, mayat-mayat korban perang dikubur di kuburan massal, sementara jalan-jalan dipenuhi dengan mobil yang terbakar, pecahan kaca serta pohon yang hancur. Toko kelontong dan apotek dikosongkan beberapa hari yang lalu oleh orang-orang yang menerobos masuk untuk mendapatkan persediaan, menurut seorang pejabat Palang Merah setempat, Sacha Volkov.
"Pasar gelap beroperasi untuk sayuran, daging tidak tersedia, dan orang-orang mencuri bensin dari mobil," kata Volkov kepada AP. Ia mengatakan tempat-tempat yang terlindung dari pemboman sulit ditemukan, dengan ruang bawah tanah disediakan untuk wanita dan anak-anak. “Orang-orang mulai saling menyerang untuk mendapatkan makanan,” ujar Volkov.
Laporan mengerikan itu muncul saat kecaman global tumbuh atas serangan Rusia terhadap rumah sakit bersalin di Mariupol yang menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak, dan melukai sekitar 17 orang. Yang terluka termasuk seorang wanita yang menunggu untuk melahirkan, dokter, dan anak-anak yang terkubur di reruntuhan. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut serangan itu sebagai
"tindakan perang yang memalukan dan tidak bermoral". Menteri Angkatan Bersenjata Inggris Raya James Heappey mengatakan bahwa apakah rumah sakit itu terkena tembakan sembarangan atau sengaja ditargetkan, itu adalah kejahatan perang.
Wakil Presiden AS Kamala Harris, dalam kunjungan ke negara tetangga Ukraina, Polandia, mendukung seruan untuk penyelidikan kejahatan perang internasional atas invasi tersebut. “Mata dunia tertuju pada perang ini dan apa yang telah dilakukan Rusia dalam hal agresi dan kekejaman ini,” katanya.
Tetapi Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menepis kekhawatiran tentang korban sipil di Ukraina sebagai “jeritan menyedihkan” dari musuh-musuh Moskow. Dia juga mengatakan rumah sakit yang diserang pada hari Rabu telah berhenti merawat pasien dan telah ditempati oleh kelompok "radikal" Ukraina. “Mereka mengusir para wanita yang sedang bersalin, perawat dan staf umum. Itu adalah pangkalan Batalyon Azov yang ultra-radikal,” katanya di Turki, setelah pembicaraan dengan mitranya dari Ukraina di sana membuat sedikit kemajuan.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait