JAKARTA, iNewsBelu.id - Lulus Akademi Militer 1970 dengan status terbaik (Adhi Makayasa) tak membuat karier militer Luhut Binsar Pandjaitan serta-merta sangat cemerlang. Jangankan tembus KSAD, jadi Panglima Kodam (Pangdam) pun tak pernah.
Luhut juga tak sampai merasakan jabatan prestisius sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus).
Tidak mengherankan Luhut terlihat begitu emosional kala menyaksikan menantunya, Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, dilantik sebagai KSAD oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Mantan Duta Besar RI untuk Singapura itu bahkan menitikkan air mata. Wajar Luhut terharu. “Pak Luhut dulu juga punya cita-cita jadi KSAD. Cuma ya sekarang cukup mantunya sajalah," kata Maruli usai pelantikan.
Mengapa jabatan-jabatan bergengsi AD tak pernah mampir di pundak Luhut? Bukankah dia termasuk perwira terbaik dengan segudang prestasi bahkan tercatat dalam sejarah sebagai pendiri satuan paling elite Kopassus Sat-81 Gultor? Jalan hidup serdadu kelahiran Simargala, Silaen, Tapanuli Utara, Sumatera Utara itu ternyata tak lepas dari keterkaitannya dengan raja intelijen Indonesia, Leonardus Benyamin Moerdani alias Benny Moerdani.
Golden Boy Benny Tamat dari SMAK 1 Penabur, Bandung, Luhut memilih jalur militer sebagai pelabuhan pendidikan selanjutnya. Pada 1967 anak karyawan Caltex ini masuk Akabri Darat. Masa-masa pendidikan amat berat di Lembah Tidar Magelang dilaluinya dengan mulus.
Luhut lulus pada 1970 dengan predikat mentereng, Adhi Makayasa alias alumnus terbaik. Pria kelahiran 28 September 1947 selanjutnya masuk kecabangan infanteri dan ditempa Korps Baret Merah. Kala itu Kopassus masih bernama Korps Pasukan Sandhi Yudha alias Kopassandha.
Karier militernya mula-mula Komandan Peleton I/A Group 1 Para Komando Kopassandha (1971), kemudian berturut-turut diplot sebagai Komandan Peleton Batalyon Siliwangi di Kalimantan Barat untuk Operasi Pemberantasan dan Penumpasan PGRS/Paraku (1972) dan Komandan Kompi A Group 1 Para Komando Kopassandha (1973).
Serdadu yang pernah mengenyam pendidikan Royal Army Special Air Service (SAS) di Inggris itu juga tercatat pernah menjadi ajudan Danjen Kopassus Yogie S Memet hingga Komandan Kompi Pasukan Pemburu Kopasshanda dalam Operasi Seroja di Timor Timur (kini Timor Leste).
Sosok Luhut sebagai perwira muda yang sangat menonjol mengundang perhatian Asisten Intelijen Pertahanan Keamanan/ABRI Benny Moerdani. Kerap dia dipanggil dan diajak berbincang oleh Benny di kantornya, Jalan Saharjo, Jakarta.
“Saya mulai kenal beliau (Benny Moerdani) sejak berpangkat mayor, sebelum saya bersama Kapten Inf Prabowo Subianto dikirim untuk belajar mengenai pasukan anti-teror di GSG-9 di Jerman Barat,” kata Luhut dalam akun media sosial Facebook miliknya, dikutip Selasa (5/12/2023). Luhut mengenang Benny dalam unggahan berjudul ‘Tiba-tiba Saya Teringat Pak Benny’.
"Meski waktu itu Pak Benny berpangkat Letjen dan menjabat Asintel Hankam/ABRI, dari waktu ke waktu ia selalu minta saya berikan laporan kemajuan sekolah kami. Ia tidak malu menelepon saya dan mengajukan pertanyaan yang mendetail,” ucapnya.
Luhut menuturkan, sepulang dari pendidikan GSG-9 itu dia didapuk untuk mendirikan sekaligus memimpin pasukan antiteror pertama di Indonesia, Datasemen 81 Kopassus. Interaksi dengan Benny semakin intensif. Benny, jenderal yang dikenal sebagai ahli telik sandi, itu menanyakan rupa-rupa ke Luhut, mulai pelatihan pasukan Den-81 maupun lainnya. Pada satu sisi seringnya dipanggil dan diajak komunikasi oleh atasan, apalagi jenderal paling disegani di ABRI, tentu menjadi kebanggaan tersendiri. Namun buat Luhut, kedekatan dengan Benny lama-lama membuatnya risih.
“Kebanggaan dipanggil oleh Panglima ABRI (Benny dari asintel Hankam menjadi Pangab) mengecil, karena pasti banyak yang tahu, dan banyak pula senior saya yang tidak senang, mungkin juga jadi iri, seorang perwira menengah dipanggil oleh jenderal bintang empat berjam-jam,” tutur lulusan US Army Airborne, Pathfinder, and Ranger Course di Fort Bragg dan Fort Benning, Amerika Serikat itu. Lama Luhut gelisah dengan keadaan tersebut. Puncaknya, suatu hari ketika suasana hati (mood) Benny sedang bagus, dia memberanikan diri bertanya.
"Pak, mohon izin, lain kali kalau memanggil saya bisa kah melalui atasan saya?”, ucapnya. Apa yang terjadi? Mendengar permintaan itu Benny murka. Mukanya seketika mengeras. Kedua tangannya menyapu-nyapu meja. Suara keras pun terlontar dari bibir Jenderal kepercayaan Soeharto itu.
“Luhut!” katanya dengan nada dalam. “Saya jenderal bintang empat…!” sambil menunjukkan tanda pangkatnya di bahu. "Dan kamu Letkol…!”
Hanya itu yang diucapkan, tapi Luhut langsung paham. “Siap!”, ujar prajurit Baret Merah yang kelak menjadi menteri di era Presiden Gus Dur tersebut. Luhut mengenang, sejak itu dirinya tidak pernah menanyakan lagi hal sama kepada mentornya tersebut.
Tak Pernah Jadi Pangdam
Beberapa tahun kemudian ketika Benny pensiun, Luhut merasakan dampak dari kedekatannya dulu. "Saya menerima konsekuensi karena jadi golden boy Pak Benny. Tidak jadi Danjen Kopassus, tidak jadi Kasdam atau Pangdam. Bagi saya itu harus bayar sebagai akibat kesetiaan yang tegak lurus. Dan saya bangga mampu menjalankan nilai-nilai yang diturunkan oleh Pak Benny kepada saya," kata peraih trofi Payung Emas (lulusan terbaik) Kursus Lintas Udara pada 1971 ini.
Untuk diketahui, berbagai jabatan elite di Kopassus pernah disandang Luhut kala semasa perwira pertama hingga menengah. Namun ketika menembus perwira tinggi, dia berada di tempat-tempat yang 'kurang prestisius'. Semasa Brigjen, Luhut didapuk sebagai Wadapussenif Kodiklatat. Dia tembus bintang dua saat dipromosikan sebagai Danpussenif Kodiklatad. Puncaknya, sebagai Letjen Luhut diplot sebagai Dankodiklatad.
Dalam rentang itu, peraih sangkur perak Kursus Komando (lulusan terbaik) ini praktis tak pernah merasakan jabatan teritorial sebagai Pangdam. Luhut Juga Tak pernah mencicipi jabatan bergengsi yang diidamkan semua prajurit Baret Merah, yakni Danjen Kopassus.
Karier militernya bahkan berakhir lebih cepat. Luhut harus meninggalkan dunia militer yang membesarkan namanya karena diperintahkan Presiden BJ Habibie menjadi Duta Besar RI untuk Singapura.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait