Kini, mereka tinggal di sebuah tenda yang didirikan di dalam tempat perlindungan PBB. Seperti warga Palestina lainnya, dia tidak ingin terulangnya Nakba, istilah Arab untuk bencana yang mengacu pada perang Israel tahun 1948 yang menyebabkan perampasan massal wilayah Palestina oleh zionis.
Pada peristiwa Nakba, sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, dan ditolak untuk kembali ke kampung halaman mereka. Jumlah tersebut mencakup setengah dari populasi Arab di wilayah Palestina yang dikuasai Inggris kala itu. Banyak dari mereka yang berakhir menjadi pengungsi di Yordania, Lebanon, Suriah, serta di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. “Ini adalah tanah kami dan mereka memerangi kami di dalamnya, berapa lama kami akan berada dalam pertumpahan darah dan kesulitan ini?” ujar Abu Daqqa.
“Siapa pun (orang Israel) yang datang ke sini akan kami bunuh, siapa pun yang datang,” kata dia.
Bantuan kemanusiaan tak mencukupi
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan pada Kamis (26/10/2023) menyatakan bahwa 7.326 warga Palestina telah tewas dalam serangan udara Israel sejak 7 Oktober lalu. Dari jumlah itu, sebanyak 3.038 di antaranya adalah anak-anak. Sementara Israel mengklaim, Hamas membunuh sekitar 1.400 orang termasuk anak-anak dalam serangannya pada 7 Oktober lalu.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait