JAKARTA, iNewsBelu.id - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Jumat (17/3/2023), mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin dituduh melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi serta memindahkan anak-anak dari Ukraina ke Rusia.
Selain Putin, perintah penangkapan juga dikeluarkan untuk Maria Lvova-Belova, komisaris untuk hak-hak anak Rusia atas tuduhan yang sama.
Rusia menolak tuduhan itu dan menyebutnya sangat keterlaluan dan tidak masuk akal. Selain itu perintah penangkapan terhadap Putin tak mengikat secara hukum bagi Rusia karena negara itu tidak pernah meratifikasinya. ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin dan Lvova-Belova atas tuduhan bertanggung jawab secara pribadi maupun memberikan perintah atas pendeportasian penduduk (anak-anak) secara ilegal serta pemindahan anak-anak juga secara tidak sah dari wilayah pendudukan Rusia di Ukraina.
Lantas mungkinkah ICC menangkap Presiden Putin? Secara hukum tidak bisa. Meskipun Rusia turut menandatangani Statuta Roma, dokumen yang menjadi dasar pendirian ICC, negara itu tidak pernah meratifikasi perjanjian tersebut, bahkan sudah menarik diri pada 2016.
Apa pun tuduhan ICC batal demi hukum di Rusia, demikian pernyataan yang disampaikan Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov maupun Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia Maria Zakharova. Lain cerita jika Putin berkunjung ke negara yang sudah atau masih menjadi anggota ICC.
Dalam perintah itu disebutkan, negara anggota bisa saja menangkap Putin jika sedang berkunjung, kemudian menyerahkannya ke markas ICC di Den Haag, Belanda.
Sejauh ini ada 123 negara yang menandatangani Statuta Roma, namun 41 di antaranya belum meratifikasi atau mengakuinya sebagai hukum di negara masing-masing. Negara-negara yang belum meratifikasi ICC di antaranya China, India, Arab Saudi, dan Turki. Sementara itu negara lain yang sudah menarik diri dari Statuta Roma, yakni Rusia, Israel, Sudan, dan Amerika Serikat (AS).
Bahkan Kongres AS pada 2002 mengesahkan undang-undang (UU) yang melarang kerja sama apa pun dengan ICC serta mengizinkan segala upaya yang diperlukan dan pantas untuk membebaskan warga AS, di mana pun atau warga negara sekutunya, dari tuntutan. Bahkan jika perlu menggunakan kekuatan militer.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait