Padahal, kata Fahri, yang paling penting adalah bagaimana membaca sikap negara. Namun sayangnya, karena dari waktu ke waktu, dari rezim ke rezim itu gagal dijurubicarai dan gagal dikomunikasikan kepada masyarakat maka rakyat semakin tidak menerima argumentasi kenaikan harga BBM. Misalnya, pemerintah selalu menyampaikan subsidi salah sasaran, pertanyaannya kenapa setiap rezim selalu salah sasaran. "Sesuatu yang dianggap baik kok ditolak, kalau dianggap baik kenapa mesti ditolak, misalnya istilah 'salah sasaran', itu paling kacau. Itu terminologi itu dari dulu bilang salah sasaran, dari awal pemerintahan berdasarkan itu. Nah rakyat sekarang bilang, eh kamu jangan salah sasaran lagi ya. Itu kan yang bikin salah sasarankan negara, pemerintahan selama ini. Jadi ini adalah omong kosong-omong kosong yang tidak bisa diteruskan, karena logikanya itu tidak bisa diterima oleh masyarakat," terang Fahri. Apalagi, Fahri menlanjutkan saat ini Indonesia sedang menikmati winfall atau keuntungan yang didapatkan dari lonjakan harga komoditas yang tidak terduga di seluruh dunia, di mana harga-harga komoditas Indonesia naik. Indonesia sejak zaman penjajahan dulu memang hidup atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa karena semua yang dinikmati adalah sumber daya alam yang begitu melimpah. Bahkan, dia menambahkan, pencapaian di ekonomi pun terus digaungkan oleh pemerintah. Bahkan perekonomian Indonesia membaik dan terus membaik, tapi kenapa rakyat disengsarakan dengan kenaikan BBM.
"Kita dijajah juga itu kan karena sumber daya alam dan yang ini kita masih menggunakan sumber daya alam sebagai alat untuk menekan masyarakat. Padahal pada dasarnya Winfall itu sebenarnya baik."
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait