JAKARTA - Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak dari Sabang sampai Merauke merupakan kelebihan yang nyata bagi nusantara ini. Wajah ke Islaman Indonesia sangat moderat, toleran , dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Pandangan ini muncul dalam Diskusi Kebangsaan sekaligus serah terima jabatan Direktur Ekskutif SAS (Said Aqil Siraj) Institute kepada Sadullah Affandy yang sebelumnya dijabat Imdadun Rahmat di Sekretariat SAS Institute Gedung Wisma Nugra Santana, Kamis 1 September 2022.
"Jika tidak ada Al-Azhar di Mesir di Timur Tengah dan NU di Indonesia, Islam dan umat Islam akan mudah dibawa ke tubir kehancuran," kata Kiai Said Aqil Siraj dalam acara tersebut.
"Beruntung Indonesia memiliki ulama seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari yang berhasil menyatukan antara ke Islaman dan kebangsaan yang bisa menjadi fondasi dan perekat bagi kesatuan umat," tambah Kiai Said.
Umat Islam di dunia tak bisa lagi mengharap kebangkitan Islam dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Umat Islam di sana saling berperang dan memusuhi. Sejak terbentuknya negara, bangsa, dunia telah berubah.
Saat ini dunia sedang menaruh harapan besar pada Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Di Timur Tengah, kata Kiai Said, Islam dan nasionalisme tidak bisa disatukan dan bisa saling membelakangi.
"Di Timur Tengah kita tidak akan menemui orang seperti Hasyim Asyari yang merupakan seorang ulama sekaligus nasionalis," ujarnya. Di Timur Tengah, tempat kelahiran Islam, ulama dan nasionalis memiliki agenda dan perjuangannya sendiri-sendiri.
Karena itu, kata Kiai Said, pernyataan Kiai Hasyim Asyari "Hubbul wathan minal iman" bukanlah rumusan sederhana. Di dalamnya mengandung penegasan bahwa nasionalisme memiliki basis teologi di dalam Islam.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait