BANDUNG - Niat baik tak selamanya berbuah manis. Istilah tersebut kiranya tepat dialamatkan kepada Johanes Marinus Lunel, seorang kakek berusia 82 tahun di Bandung .
Johanes harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Bandung karena terjerat kasus pengambilalihan aset yayasan. Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung menerapkan Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan menuntut pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan terhadap dirinya. Febri Diansyah, Managing Partner Visi Law Office yang menjadi salah satu kuasa hukum dalam perkara ini memaparkan, pokok persoalan terjadi dalam rentang waktu Juli 2015 sampai dengan Juni 2016 ketika kondisi Akademi Keperawatan (Akper) Kebonjati yang berada di Kota Bandung sedang kritis.
Pada saat itu, Johanes Marinus Lunel bersama koleganya di Yayasan Kawaluyaan mencoba mencari cara agar Akper yang merupakan tempat mendidik calon tenaga kesehatan yang akan mengabdikan diri di rumah sakit atau klinik itu tetap bisa hidup dan menjalankan fungsi sosial kemanusiaannya, gaji karyawan dibayarkan, dan sejumlah operasional akademi terpenuhi. Perlu diketahui, Akper Kebonjati telah berdiri sejak tahun 1975 dalam bentuk Sekolah Perawat dan berubah nama menjadi Akademi pada tahun 1993. Akper Kebonjati merupakan salah satu unit usaha dalam lingkup Yayasan Kawaluyaan selain Rumah Sakit Kebonjati.
"Yayasan Kawaluyaan sebelumnya dikelola oleh Johan Somali (Lie Ing Liat). Kemudian, Teopilus Kawihardja (Pelapor) dipercaya oleh Johan Somali untuk mewakilinya selama sakit dan setelah itu Teopilus diusulkan oleh Yayasan Kawaluyaan sebagai Bendahara umum melalui Rapat Pembina pada tanggal 26 Juni 2015 bertempat di Jalan Pandu Nomor 03 Bandung," kata Febri dalam keterangan resminya, Senin (27/6/2022).
Sejumlah pertemuan informal yang membahas penyelamatan Akper tersebut kemudian dilakukan antara orang Yayasan Kawaluyaan dengan Johan Somali, dimana Teopilus Kawihardja juga hadir. Saat itu, kata Febri, dibahas wacana atau usulan agar Teopilus bisa membantu Akper sebagai bagian dari Yayasan Kawaluyaan.
"Pada akhirnya, dalam beberapa kali pertemuan terjadi penyerahan uang dengan total Rp717.250.000 yang seluruhnya dimanfaatkan untuk penyelamatan Akademi Keperawatan Kebonjati. Tidak sekali pun atau tidak serupiah pun uang tersebut diterima oleh Johanes," ungkap mantan Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Namun, tambah Febri, upaya penyelamatan Akademi Keperawatan Kebonjati tersebut kemudian dipidanakan. Saat ini, Johanes duduk di kursi terdakwa dan terancam menjalani masa akhir dari hidupnya di penjara.
Sementara itu, Judianti Kodijat, Anggota Pembina Yayasan Kawaluyaan menduga, pengambilalihan Aset Yayasan Kawaluyaan tersebut merupakan implikasi lanjutan dari upaya pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil alih Yayasan Kawaluyaan dan/atau aset-aset yayasan yang saat ini bernilai tinggi. "Padahal, aset-aset tersebut digunakan untuk kepentingan sosial sesuai dengan tujuan pendirian yayasan, khususnya di bidang kesehatan," katanya.
Yayasan awalnya berdiri pada 17 Agustus 1946 dengan nama Stiching Chung Hua Ie Yuen dan kemudian berganti nama menjadi Yayasan Kawaluyaan atau telah berusia 76 tahun pada 17 Agustus tahun 2022 ini. Pada 18 April 2011, berdiri Yayasan Kawalujaan Kebonjati (YKK) yang secara sepihak mengklaim aset-aset Yayasan Kawaluyaan sebagai aset YKK. Alasan yang digunakan adalah alasan yang tidak masuk akal dan berisi kebohongan, seperti mengatakan Yayasan Kawaluyaan tidak pernah didaftarkan di Pengadilan Negeri atau tidak dilakukan penyesuaian Anggaran Dasar dengan Undang-Undang Yayasan yang baru.
"Diduga sekarang terdapat aset Yayasan yang berada di Bandung tersebut mulai dikuasai secara melawan hukum oleh pihak yang tidak memiliki hak. Kami akan terus memperjuangkan semaksimal mungkin agar Yayasan Kawaluyaan dapat kembali mendapatkan seluruh aset tersebut dan menggunakannya untuk kepentingan sosial kemasyarakatan secara sungguhsungguh," tandasnya.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait