JAKARTA, iNews.id - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memiliki segudang pengalaman di bidang militer. Salah satu tugas yang membuat namanya berkibar adalah ketika diterjunkan ke Timor Timur untuk terlibat dalam Operasi Seroja. Prabowo yang merupakan anak dari begawan ekonomi, Soemitro Djojohadikoesoemo, memang lebih dekat dengan dunia militer sejak muda.
Selepas sekolah menengah di luar negeri, ia memilih masuk ke Akademi Militer. Lulus dari pendidikan Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah pada 1974, Prabowo masuk kecabangan infanteri Korps Baret Merah. Selanjutnya ia menjalani karir di pasukan tempur Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Kostrad.
Setahun Prabowo lulus dari Akmil, militer Indonesia menggelar Operasi Seroja di Timor Timur untuk memberantas gerakan separatisme. Prabowo yang masih seorang perwira muda ikut diterjunkan dalam operasi memburu gerombolan Fretilin.
Lama setelah Operasi Seroja, pada 1985 Prabowo yang telah menjabat sebagai Komandan Batalyon 328/Kostrad harus kembali ke Timor Timur. Sebelum berangkat, dia dipanggil oleh Presiden Soeharto di kediamannya Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Prabowo lalu menceritakan soal panggilan Presiden Soeharto kepada pasukannya. Mendengar hal itu, para prajurit senang bukan kepalang. Mereka yakin Presiden Soeharto akan memberikan sangu sebagai dana tambahan untuk logistik selama di Timor Timur.
"Saya sampai di Cendana sebelum pukul 20.30 WIB. Setelah menerima tamu, beliau bertanya apakah benar saya besok akan berangkat pergi menjalankan operasi. Saya pun membenarkan," kata Prabowo dikutip dari biografinya bertajuk 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto', Kamis (7/4/2022).
Tanpa panjang lebar, Presiden Soeharto lalu menyampaikan pesan kepada Prabowo. "Saya hanya titip tiga hal kepada kamu, Bowo. Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Paham, mengerti," kata Soeharto yang ditirukan Prabowo.
Sepulang dari Cendana, para prajurit telah menunggunya di Cilodong, Depok. Mereka ingin mendengar cerita apa yang disampaikan Presiden Soeharto kepada sang komandan. Dan apakah benar bayangan mereka bahwa presiden memberikan uang saku lebih kepada Prabowo.
Prabowo menceritakan pertemuan dengan Presiden Soeharto hanya berlangsung lima menit. Tidak ada bekal uang yang diberikan, tapi hanya tiga ucapan: ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Prabowo mengaku awalnya juga kaget karena hanya diberi pesan. Namun dalam perjalanan pulang dari Cendana, ia terus merenungkan pesan itu. Akhirnya Prabowo sadar bahwa itu bukan pesan biasa. Pesan itu mempunyai makna yang dalam.
Pesan itu tak ubahnya 'ucapan sakti' yang keluar dari Panglima Tertinggi. Pak Harto adalah jenderal perang yang sarat pengalaman tempur. "Ojo lali berarti jangan lupa terhadap semua pelajaran yang engkau terima. Pelajaran dari orang tua, agama, sekolah sampai pelajaran militer," ucapnya. Prabowo melanjutkan, ojo dumeh berarti jangan sombong. Orang yang sombong biasanya meremehkan musuh sehingga lengah. Orang yang sombong juga biasanya tidak teliti, karena overconfident. Adapun ucapan sakti ketiga, ojo ngoyo berarti jangan memaksakan diri. "Jangan memaksakan anak buah. Ada kemampuan, tapi ada juga batas kemampuan. Kita tidak boleh bernafsu," kata mantan Danjen Kopassus ini.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait