KUPANG, iNews.id - Dekranasda Provinsi NTT menggandeng narapidana Lapas Kelas IIA Kupang dalam membudidayakan daun kelor. Kolaborasi ini diharapkan dapat menghasilkan produk olahan kelor berkualitas sekaligus memberikan bekal keterampilan bagi warga binaan.
Ketua Dekranasda Provinsi NTT Julie Sutrisno Laiskodat didampingi Wakil Ketua Maria Fransisca Djogo mengunjungi Lapas Kelas IIA Kupang, Senin (6/9/2021). Keduanya hadir bersama Owner PT Moringa Organik Indonesia (MOI) Dudi Krisnadi untuk mentransfer pengetahuan tentang budi daya daun kelor.
Selain mengandung nutrisi yang baik untuk tubuh, kelor juga memiliki nilai ekonomi.
Julie mengatakan, kelor atau moringa merupakan salah satu potensi yang dimiliki NTT. Konsumsi kelor saat ini tengah digalakkan untuk mencegah stunting dan gizi buruk karena berhubungan dengan kecerdasan anak-anak. Di luar itu, kelor juga dapat menghasilkan uang apabila diolah dan dijual dalam bentuk kemasan.
"Saya sebagai Ketua Dekranasda bersedia untuk memberikan alat-alatnya. Mulai dari pengeringnya, sampai nanti akan diajarkan cara membuat teh celup kelor dan bubuk kelor,” ujarnya.
Dia menjelaskan, selama 2 minggu di polibag kemudian kelor ditanam. Setelah 3 bulan pohon kelor akan tumbuh.
"Bila sudah tumbuh, dalam perjalanan kami akan melakukan pengadaan oven untuk mengeringkan daun kelor dibantu Dapur Kelor, salah satu UMKM binaan kami,” katanya.
Kepala Kanwil Kemenkumham NTT Marciana Dominika Jone menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Ketua dan Wakil Ketua Dekranasda Provinsi NTT berkaitan dengan budi daya kelor di UPT Pemasyarakatan.
Apalagi, kelor yang nanti dihasilkan bila dikelola dengan baik akan menambah nutrisi dan membuat tubuh menjadi semakin sehat. Pihaknya memiliki lahan yang cukup luas untuk budidaya kelor, tersebar di Rutan Kupang, LPP Kupang, Rupbasan Kupang, Bapas Kupang dan Lapas Kupang.
“Sebagian tanah belum dimanfaatkan dengan baik karena SDM kami masih kurang. Begitu juga belum memiliki pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan tanah dengan baik,” katanya.
Saat ini, lanjut Marciana, WBP utamanya diberikan pelatihan di bidang perbengkelan dan kerajinan. Ketika ada rencana budi daya kelor, pihaknya tentu menyambut baik dan mempersilakan Dekranasda untuk memanfaatkan lahan di UPT Pemasyarakatan. Ditambah lagi, Dekranasda siap memfasilitasi untuk pemasarannya. Dengan catatan, kerjasama nantinya dituangkan ke dalam MoU agar tidak ada masalah dari aspek hukum.
“Ketika lahan kami dimanfaatkan dengan memberdayakan SDM di Lapas/Rutan juga akan menambah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” ucapnya.
Di sisi lain, Marciana mendorong Pemerintah Provinsi NTT agar segera mendaftarkan kelor dan jahe merah sebagai Indikasi Geografis. Di samping memberikan perlindungan secara hukum, sertifikat Indikasi Geografis juga akan memberikan nilai tambah dan tidak sembarang orang boleh mengelola kelor dan jahe merah sebelum mendapatkan lisensi dari pemprov ataupun Dekranasda.
“Kalau kita tidak daftarkan sebagai Indikasi Geografis, kelor kita bisa dibawa kemana-mana dan diakui oleh orang dari luar. Begitu juga jahe merah,” katanya.
Melalui budi daya kelor, WBP dari balik tembok Lapas/Rutan tetap dapat ikut berkarya untuk memajukan dan membantu NTT bangkit sebagaimana cita-cita Gubernur.
Pertama-tama, WBP akan diberikan pembinaan untuk budi daya kelor di dalam polibag yang kemudian ditata menjadi kebun kelor. Budi daya menggunakan bibit kelor berkualitas dan pupuk organik. Dalam jangka panjang, diharapkan lahir produk-produk unggulan dari olahan kelor yang dibudidayakan tersebut.
Selanjutnya, Owner PT Moringa Organik Indonesia (MOI) Dudi Krisnadi memaparkan tentang cara membudidayakan kelor kepada jajaran UPT Pemasyarakatan di Kota Kupang serta WBP di Lapas dan Rutan Kupang. Selain itu, Dudi juga menyampaikan cara memasak kelor yang benar agar gizi di dalamnya tidak banyak hilang.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait