BANDUNG, iNewsBelu.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) masih tutup mulut terkait aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang menuai kontroversi.
Terakhir, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) juga melaporkan Rektor ITB kepada Bareskrim Polri terkait pengembangan aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.
Wartawan sudah berupaya meminta penjelasan kepada ITB, namun hingga Sabtu (2/3/2024) petang, pihak ITB masih enggan memberikan keterangan resminya. Petugas jaga di Gedung Rektorat ITB pun berdalih, pihak berwenang tidak bisa dimintai keterangan dengan alasan hari libur.
Bahkan, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto pun tak kunjung merespons saat dimintai keterangan baik melalui pesan WhatsApp maupun telepon.
Diketahui, aplikasi Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh ITB. Pada 2021, KPU membuat nota kesepahaman dengan ITB soal pengembangan teknologi Sirekap.
Saat itu proyek pengembangan aplikasi Sirekap menghabiskan dana senilai Rp 3,5 miliar. Proyek tersebut dikomandoi oleh Wakil Rektor ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati.
Proyek yang dijalankan tersebut tak diketahui oleh banyak civitas akademika ITB. Hal tersebut disampaikan oleh seorang dosen ITB. Ia bercerita bahwa tak banyak yang tahu proyek pengembangan aplikasi Sirekap. Dalam proyek itu pula, Gusti Ayu tidak menyertakan ahli kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Menyusul dugaan Sirekap sebagai sumber kekacauan dan kecurangan Pemilu 2024, TPDI akhirnya melaporkan ketua hingga komisioner KPU atas dugaan pelanggaran Pemilu 2024.
"Kita melihat Polri belum mengambil langkah-langkah untuk menyelidiki pro-kontra masyarakat tentang hasil pemilu itu sendiri. Sehingga, kami mengambil langkah datang ke sini untuk mendapatkan kepastian supaya masyarakat jangan dibiarkan pro dan kontra," kata Koordinator TPDI, Petrus Selestinus saat ditemui di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).
Petrus mengatakan, pihaknya meminta Polri untuk memanggil ketua dan komisioner KPU agar dapat dimintai keterangan lantaran diduga melakukan pelanggaran pada tahapan proses dan hasil Pemilu 2024.
"Kita meminta seluruh komisioner KPU didengar karena mereka jadi sorotan publik dari hari ke hari. Kita membaca media Hasyim Asy'ari dan kawan-kawan disebut-sebut sebagai orang yang harus bertanggung jawab terhadap dugaan pelanggaran hasil pilpres," terangnya.
Petrus menegaskan, pihaknya juga meminta agar Rektor ITB dapat menjelaskan kepada publik, apakah benar aplikasi penghitungan suara cepat dalam sistem rekapitulasi online milik KPU itu dikembangkan oleh ITB. Terlebih, banyak kejanggalan dan kesalahan pada penghitungan suara cepat di aplikasi tersebut.
"Kemudian, juga karena disebut-sebut bahwa Sirekap itu adalah hasil kerja sama antara KPU dan ITB, maka rektor ITB perlu didengar juga untuk menjelaskan apakah betul Sirekap yang sekarang jadi perdebatan publik itu produk dari ITB," jelasnya.
Editor : Stefanus Dile Payong
Artikel Terkait