Saling Berbagi Antar Sesama Inilah Kisah Toleransi Warga di Flores Timur

Abdul Hakim
Rapat FKUB di Kantor Kemenag Flores Timur setiap bulan. Di daerah ini kerukunan dan toleransi sudah menjadi warisan leluhur. Foto/Ist

FLORES TIMUR, iNewsBelu.id  - Kisah toleransi beragama  di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah lama terjalin. Kehidupan warga yang berbeda keyakinan namun saling menghormati dan menghargai merupakan warisan leluhur yang terus berjalan hingga saat ini. 

Anggota Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Flores Timur, Bernard Tukan menuturkan kisahnya saat bersafari ke seluruh wilayah Flores Timur sepanjang 2022.

"Mendapat kesempatan berjumpa dengan sesama saudara beragam agama. Itu menjadi pengalaman yang asyik, menyenangkan, dan bermakna. Masyarakat diajak berbagi pengalaman tentang realitas kerukunan, toleransi, dan moderasi beragama," ujarnya, Selasa (6/12/2022). 

Dalam sejumlah pertemuan, masyarakat mengungkapkan bahwa selama ini mereka hidup rukun. Kerukunan, toleransi, dan moderasi merupakan nilai budaya yang diwariskan leluhur. Sejak terbentuknya Lewotana (kampung) sudah ada sikap saling menerima antara suku asli (Ile Jadi) dan suku pendatang (Tena Mao, Sina Jawa). 

"Perjumpaan itu mengakhiri pengembaraan suku asli, dan mereka bersepakat untuk bersama membangun kampung," ujarnya.

Terungkap juga bahwa sebelum kedatangan agama, sudah ada budaya dan adat dengan nilai-nilainya yang menjadi perekat keutuhan Lewotana. Mereka saling menerima sebagai saudara, tanpa menyoal perbedaan, bahkan saling mengakui dan menghormati perbedaan itu.
 

Saat dialog di Kecamatan Ile Mandiri, Ketua Remaja Masjid Delang, Asyril K Lamabelawa mengatakan bahwa masyarakat sudah terbiasa membangun kebersamaan dan kerjasama walau ada perbedaan agama di antara mereka. 

"Menurut ajaran Islam, selain akidah dan ibadat, kita dapat bersama dan bekerja sama dalam semua aspek kehidupan," Asyril.

Dia pun menceritakan, tahun lalu berlangsung pesta Imam Baru. Umat Muslim di Delang sebanyak 568 orang dipercayakan untuk mengatur acara penjemputan.

"Kami total mengurus semua hal dan itu mengharukan," ungkap Asyril. Kepala Desa (Kades) Mudakeputu, Yohanes Purin Weking menambahkan, tanah hunian warga muslim di Delang merupakan tanah ulayat Desa Mudakeputu dan Desa Tiwatobi. 

"Leluhur telah mengikhlaskan lokasi itu bagi masyarakat muslim. Keputusan leluhur tidak dapat dimentahkan generasi kemudian," ujarnya. 

Sementara itu, Kades Wailolong, Vinsen Bugis Hurin, jumlah penduduk di wilayahnya mencapai 1.700 jiwa. Di antaranya 21 Islam dan 7 Protestan serta mayoritas Katolik. Suatu ketika ada kematian warga yang beragama Islam (muslim). 

Warga muslim hendak memakamkan jenazah itu di Kelurahan Ekasapta yang semua penduduknya muslim.

"Namun oleh kepala kesa niat itu dibatalkan dan mengikhlaskan sebidang tanah untuk lokasi pemakaman warga muslim," tuturnya. Bernard Tukan menambahkan, toleransi dan moderasi dalam masyarakat lokal merupakan hal baik yang diwariskan turun-temurun. Sehingga menjadi inspirasi dan motivasi bagi upaya tetap merawat keutuhan NKRI.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com  dengan judul "Kisah Toleransi Warga Flores Timur, Relakan Tanah untuk Hunian dan Makam Warga Beda Agama | Halaman 2"
 

Editor : Stefanus Dile Payong

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network